Polusi Udara Habiskan Dana BPJS Kesehatan Hingga Triliunan Rupiah!

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Pengobatan penyakit pernapasan akibat polusi udara menghabiskan dana BPJS Kesehatan hingga triliunan rupiah. Biaya ini meliputi perawatan inap dan rawat jalan. Penyakit pernapasan termasuk dalam 10 besar biaya pengobatan tertinggi yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan Pada tahun 2023.
Asisten Deputi Bidang Manajemen Utilisasi BPJS Kesehatan, Adian Fitria, menyampaikan bahwa terdapat 1,1 juta kasus penyakit pernapasan untuk rawat jalan dengan total biaya sebesar Rp431 miliar. Ia juga menambahkan bahwa biaya untuk rawat inap cukup tinggi, mencapai Rp13,3 triliun untuk 1,7 juta kasus pada tahun 2013.
Fakta ini terungkap dalam lokakarya antara Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) yang bertajuk “Dampak Kesehatan Terhadap Skenario Implementasi Peningkatan Kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM) Standar EURO 4/6 di Indonesia dengan sejumlah kementerian/lembaga (K/L) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim Dan Investasi (Kemenkomarves), Jakarta (15/7).
Adian menjelaskan, kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) mengalami peningkatan secara nasional. Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas dan klinik, tercatat 3,5 juta orang menderita ISPA, yang menunjukkan peningkatan sebesar 10,4 persen dibandingkan tahun 2022.
Data dari BPJS Kesehatan dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) menunjukkan adanya peningkatan tren kasus di tingkat nasional, terutama setelah pandemi COVID-19. Sebelum pandemi, rata-rata biaya untuk rawat jalan adalah Rp32,9 miliar dengan 159.251 kasus. Setelah pandemi, angka ini naik menjadi Rp45,2 miliar dengan total 210.291 kasus.
Selain itu, data penderita ISPA pada 2023 di Jakarta lebih tinggi dibandingkan dengan Bandung dan Surabaya. Berdasarkan data FKRTL, puncak kasus ISPA di tiga kota tersebut menunjukkan bahwa biaya rawat jalan dan rawat inap di Jakarta masing-masing bisa mencapai Rp4,7 miliar untuk 19.254 kasus dan Rp16,1 miliar untuk 4.858 kasus.
Menurut Adian, Bandung mencatatkan Rp1 miliar untuk 4.186 kasus dan Rp3,9 miliar untuk 915 kasus. Di sisi lain, Surabaya mencapai Rp1,5 miliar untuk 7.225 kasus serta Rp6,7 miliar untuk 2.182 kasus.
“Bila disandingkan dengan data kadar polusi udara, data kami menunjukkan peningkatan perawatan peserta jaminan kesehatan nasional akibat ISPA. Kami mengambil ISPA, karena secara jangka pendek, polutan-polutan ini dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan,” ujarnya.
Budi Haryanto, Kepala RCCC-UI, menyatakan bahwa timnya sedang menganalisis literatur dari 5.600 penelitian tentang hubungan antara polusi udara dan penyakit pernapasan dari seluruh dunia. Ia juga berharap temuan dari riset dan hasil lokakarya ini dapat menjadi langkah awal bagi kementerian/lembaga (K/L) untuk bersama-sama memahami masalah penyakit pernapasan.
“Dengan data yang bisa digabungkan ini, nanti kita bisa buat model prediksi. Misalnya, berapa persen penyakit terkait polusi udara akan bertambah saat terjadi peningkatan konsentrasi particulate matter (PM)2,5,” kata Budi.
Lokakarya ini dihadiri K/L yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), BPJS Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.