India Akan Batasi Suhu Minimum AC Demi Hemat Energi dan Kurangi Emisi

Jakarta, Sustainlifetoday.com – Pemerintah India sedang menyusun kebijakan baru untuk membatasi suhu minimum pada pendingin udara (AC) sebagai bagian dari strategi nasional efisiensi energi. Dalam rancangan tersebut, pengaturan suhu AC di rumah, hotel, hingga kendaraan tidak boleh disetel di bawah 20 derajat Celsius.
“Pengaturan suhu akan berada dalam rentang 20–28 derajat Celsius,” ujar Menteri Energi India, Manohar Lal, dalam konferensi pers di New Delhi, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (11/6).
Saat ini, banyak perangkat AC di pasar yang memungkinkan pengaturan suhu hingga 16 derajat Celsius. Menurut pemerintah, pembatasan ini diperlukan untuk mengendalikan konsumsi listrik yang melonjak drastis, terutama selama musim panas yang ekstrem dari April hingga Juni.
Pankaj Agarwal, pejabat senior di Kementerian Energi India, menyampaikan bahwa sistem pendingin udara menyumbang sekitar 50 gigawatt (GW) atau seperlima dari beban listrik nasional pada puncak permintaan.
“Setiap kenaikan 1°C pada suhu AC dapat mengurangi konsumsi listrik hingga 6%,” ungkapnya.
Baca Juga:
- KLH Tinjau Ulang Persetujuan Lingkungan Tambang di Raja Ampat
- Nama Kapal Dewi Iriana dan JKW Mahakam Jadi Sorotan di Tengah Polemik Tambang Nikel Raja Ampat
- Elnusa Petrofin Salurkan Kurban di 125 Lokasi, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan
Dengan demikian, pemerintah memperkirakan penghematan sebesar 3 GW pada beban puncak jika aturan diterapkan. Saat ini terdapat sekitar 100 juta unit AC di India, dengan pertambahan hampir 15 juta unit per tahun.
Jika kebijakan efisiensi diperluas, India berpotensi menghemat hingga 60 GW pada beban puncak tahun 2035 dan menghindari kebutuhan investasi sebesar 7,5 triliun rupee atau sekitar US$88 miliar untuk pembangunan pembangkit dan jaringan listrik baru, berdasarkan studi dari University of California, Berkeley (Maret 2025).
Permintaan listrik India sempat mencatat rekor 250 GW pada musim panas tahun lalu, dan diperkirakan meningkat 8% tahun ini. Meski hujan deras di bulan Mei sempat menahan lonjakan konsumsi, gelombang panas yang kembali datang pada Juni mendorong kenaikan permintaan.
“Bahkan jika kebutuhan puncak mencapai estimasi 270 gigawatt, kami sepenuhnya siap menghadapinya,” tegas Lal.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, pemerintah India juga tengah menyiapkan tender proyek penyimpanan energi baterai sebesar 30 gigawatt jam (GWh). Proyek ini dirancang untuk mendukung transisi energi terbarukan dan menurunkan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pemerintah berencana menawarkan subsidi senilai 54 miliar rupee untuk menarik investor, dan tender akan dibuka dalam tiga bulan ke depan.