OJK Dorong Penguatan Bursa Karbon melalui Pajak Karbon dan BAE Sektoral

Jakarta, sustainlifetoday.com – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar meminta dukungan pemerintah dalam implementasi pajak karbon dan regulasi Batas Atas Emisi (BAE) sektoral. Kebijakan ini dinilai krusial untuk mempercepat pengembangan Bursa Karbon di Indonesia.
“Terkait implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral untuk mendorong pengembangan bursa [karbon],” kata Mahendra dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Berdasarkan data BEI, total nilai transaksi Bursa Karbon (IDXCarbon) hingga 27 Desember 2024 mencapai Rp19,73 miliar, dengan volume perdagangan 908.018 ton CO2 ekuivalen dalam 152 transaksi. Namun, harga unit karbon mengalami penurunan, dari Rp77.000 per unit pada hari pertama perdagangan menjadi Rp58.000 per unit, atau turun 24%.
Pencapaian Bursa Karbon 2024
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan nilai akumulasi transaksi sejak peluncuran IDXCarbon pada 26 September 2023 telah mencapai Rp50,64 miliar. Masih terdapat 1,35 juta ton CO2 ekuivalen yang tersedia untuk diperdagangkan.
BACA JUGA: Apa Saja Langkah Emiten di Pasar Modal dalam Menekan Jejak Karbon?
“Pencapaian ini menunjukkan respons positif terhadap inisiatif dan upaya mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan,” ujar Inarno dalam pidato penutupan perdagangan pasar modal 2024, Senin (30/12/2024).
Sejauh ini, tiga proyek besar telah mengantongi Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). Proyek-proyek tersebut meliputi Lahendong Unit 5 & Unit 6 milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO), Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang, dan PLTM Gunung Wugul.
Meski demikian, nilai transaksi bursa karbon pada 2024 cenderung lebih rendah dibandingkan realisasi 2023, yang mencatat total transaksi Rp30,91 miliar pada periode awalnya.