Menakar Kebijakan Insentif Kendaraan Listrik Indonesia di Era Prabowo

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemerintah Indonesia hingga saat ini memberikan insentif untuk kendaraan listrik sebagai bagian dari upaya mempercepat transisi energi dan mengurangi emisi karbon.
Namun, nasib dari insentif kendaraan listrik ini akan menjadi salah satu topik krusial yang diputuskan oleh pemerintahan mendatang, di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mengatakan bahwa perpanjangan atau perubahan program insentif terhadap industri Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) bakal diputuskan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Iya (akan diputuskan pemerintahan Prabowo-Gibran), di antaranya itu,” kata Putu dikutip dari Antara.
Saat ini, pemerintah Indonesia telah menerapkan sejumlah kebijakan insentif, termasuk insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 10 persen dari harga jual untuk mobil listrik dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 8 Tahun 2024, yang berlaku hingga akhir Desember 2024.
Selain itu, insentif yang sama berlaku untuk bus listrik dengan TKDN 40 persen. Bus listrik dengan TKDN antara 20 persen dan 40 persen mendapatkan insentif sebesar 5 persen dari harga jual. Ini merupakan langkah yang signifikan dalam mendukung migrasi dari kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan berbasis listrik yang lebih ramah lingkungan.
Namun, seiring dengan pergantian pemerintahan, muncul pertanyaan apakah skema ini akan dilanjutkan, diperluas, atau bahkan diubah secara fundamental oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Kebijakan Insentif di Pemerintahan Prabowo, Lanjutkan atau Transformasi?
Selama masa kampanyenya, Prabowo Subianto telah menyatakan komitmen untuk mempercepat transisi energi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan target nasional mencapai emisi net-zero pada tahun 2060. Salah satu fokus utama dalam agenda ini adalah mempercepat adopsi kendaraan listrik guna mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil serta menekan emisi gas rumah kaca.
Pemerintahan Prabowo berpotensi melanjutkan atau mengubah skema insentif yang telah berjalan, seperti insentif PPN DTP, untuk mendorong lebih banyak produsen dan konsumen beralih ke kendaraan listrik. Putu Juli Ardika juga menyebutkan bahwa selain insentif fiskal, skema lain sedang dibahas untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan kendaraan listrik.
“Sudah dibahas mulai jadi wacana-wacana untuk bagaimana terus mendorong industri kendaraan listrik itu tumbuh dan masyarakat menggunakan. Itu memang kalau sekarang pesepeda motor (listrik) diberikan bantuan pembelian, ya mungkin nanti skema-skemanya ini sedang dicari,” ungkapnya.
Menurut beberapa analis, pemerintahan Prabowo kemungkinan akan mempertimbangkan pendekatan yang lebih holistik terhadap kebijakan insentif kendaraan listrik. Ini bisa mencakup:
- Perluasan Insentif: Menyasar segmen masyarakat yang lebih luas dengan meningkatkan subsidi langsung untuk pembelian kendaraan listrik, termasuk motor listrik yang harganya lebih terjangkau.
- Dukungan Infrastruktur: Mempercepat pembangunan infrastruktur pengisian daya listrik, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki akses yang memadai. Ini juga bisa didukung oleh kerjasama dengan pihak swasta dan investor internasional.
- Insentif bagi Produsen: Selain memberi insentif bagi konsumen, produsen kendaraan listrik yang memenuhi TKDN lebih tinggi bisa mendapatkan insentif tambahan. Hal ini untuk memperkuat rantai pasok lokal dan menciptakan ekosistem industri kendaraan listrik yang lebih berkelanjutan.
- Fokus pada Pengurangan Emisi: Insentif fiskal juga bisa diarahkan untuk mempercepat konversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik, terutama di sektor transportasi umum, yang memiliki dampak langsung dalam pengurangan emisi.
Target Pemerintah untuk KBLBB dan Tantangan ke Depan
Indonesia memiliki ambisi besar untuk menjadi pusat produksi kendaraan listrik di Asia Tenggara. Sejumlah produsen global sudah berkomitmen untuk memproduksi kendaraan listrik di dalam negeri, dengan target untuk mencapai 20 persen dari total kendaraan yang terjual di pasar domestik pada tahun 2025 merupakan kendaraan listrik.
Namun, tantangan terbesar yang mungkin dihadapi oleh pemerintahan Prabowo adalah bagaimana menciptakan pasar yang lebih luas dan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan industri ini. Hingga saat ini, jumlah pengguna kendaraan listrik di Indonesia masih tergolong rendah, meski ada pertumbuhan yang stabil dari tahun ke tahun.
Skema insentif yang lebih inklusif dan dukungan kebijakan lainnya akan sangat diperlukan untuk mencapai target ambisius tersebut. Pemerintahan Prabowo diharapkan dapat memastikan kebijakan ini berjalan beriringan dengan agenda transisi energi dan pembangunan ekonomi hijau.