Buruh Minta Upah Naik sampai 10 Persen di 2025, Apa Dampak bagi Sosial Ekonomi RI?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh kembali mendesak pemerintah untuk menaikkan upah minimum sebesar 8 hingga 10 persen pada tahun 2025. Usulan ini dikemukakan oleh Presiden KSPI, Said Iqbal.
“Kenaikan upah minimum yang diusulkan adalah sebesar 8%. Namun, KSPI mengusulkan penambahan 2% sehingga kenaikannya menjadi 10% untuk daerah-daerah yang memiliki disparitas upah tinggi antara kabupaten/kota yang berdekatan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan upah di wilayah-wilayah tersebut,” ujar Said Iqbal.
Said Iqbal menyebutkan bahwa langkah ini penting untuk memulihkan daya beli buruh yang merosot dalam beberapa tahun terakhir akibat inflasi dan kenaikan harga barang.
Baca Juga:
- MAB Siapkan Mikrolet Listrik, Dukung Elektrifikasi Transportasi Umum
- Dukung Pemerintah, Neta Lokalisasi Produksi Mobil Listrik
- Singapura Setujui Impor 1,4 GW Listrik dari Proyek Tenaga Surya Indonesia
Menurutnya, inflasi dalam dua tahun terakhir berada di kisaran 2,5%, sedangkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%. Jika digabungkan, totalnya sekitar 7,7%, yang menjadi dasar tuntutan kenaikan upah sebesar 8%. Namun, di beberapa daerah dengan disparitas upah yang tinggi, KSPI mengusulkan kenaikan hingga 10% untuk mengurangi ketimpangan upah antarwilayah.
Penurunan Daya Beli Buruh
Selama lima tahun terakhir, terutama pada tahun pertama, upah minimum tidak mengalami kenaikan di seluruh Indonesia, yang berdampak pada penurunan daya beli buruh. Said Iqbal menjelaskan bahwa meskipun upah nominal buruh naik setiap tahun, kenaikan tersebut tidak mampu mengimbangi inflasi, menyebabkan upah riil terus menurun. Ia memperkirakan dalam satu dekade terakhir, upah riil buruh turun sekitar 30%.
“Buruh mengalami penurunan daya beli yang signifikan karena kenaikan harga barang jauh melampaui kenaikan upah nominal. Ini membuat mereka harus menutupi kekurangan setiap bulannya,” ujarnya.
Dampak Sosial Ekonomi Kenaikan Upah
Kenaikan upah yang diusulkan KSPI ini diharapkan dapat meringankan beban pekerja dan meningkatkan daya beli mereka. Namun, dari sisi ekonomi, kenaikan ini juga membawa tantangan. Di satu sisi, peningkatan upah minimum berpotensi mendongkrak konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu motor penggerak utama ekonomi Indonesia. Peningkatan konsumsi ini dapat merangsang pertumbuhan sektor-sektor ekonomi domestik, terutama usaha kecil dan menengah (UKM).
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kenaikan upah yang signifikan dapat meningkatkan biaya operasional bagi perusahaan, terutama di sektor padat karya. Hal ini dapat memicu kenaikan harga barang dan jasa, serta mendorong inflasi lebih lanjut, yang justru menggerus daya beli buruh dalam jangka panjang.
Baca Juga:
- MAB Siapkan Mikrolet Listrik, Dukung Elektrifikasi Transportasi Umum
- Dukung Pemerintah, Neta Lokalisasi Produksi Mobil Listrik
- Singapura Setujui Impor 1,4 GW Listrik dari Proyek Tenaga Surya Indonesia
Mengurangi Kesenjangan Upah Antarwilayah
Salah satu tujuan utama dari usulan ini adalah untuk mengatasi ketimpangan upah yang signifikan antarwilayah. Said Iqbal menekankan bahwa di beberapa daerah, seperti Jabodetabek, kesenjangan upah antar kabupaten/kota sangat mencolok, meskipun biaya hidup relatif serupa. KSPI berharap bahwa dengan kenaikan hingga 10% di wilayah-wilayah tertentu, ketimpangan ini dapat diatasi.
Dari perspektif sosial, kebijakan kenaikan upah dapat berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Indonesia. Langkah ini sejalan dengan upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang menekankan pada kesejahteraan sosial, mengurangi ketidakadilan ekonomi, dan mendorong pemerataan kesejahteraan.
Tantangan Kebijakan Upah 2025
Meskipun demikian, KSPI dan Partai Buruh mengingatkan bahwa kenaikan upah minimum sebesar 8 hingga 10 persen di tahun 2025 ini hanyalah permulaan. Said Iqbal menegaskan bahwa meskipun ada kenaikan, daya beli buruh tetap akan menurun sekitar 25% dibandingkan sepuluh tahun lalu, mengingat dampak inflasi dan kebijakan ekonomi yang belum sepenuhnya berpihak kepada buruh.
Saat ini, KSPI dan serikat buruh lainnya juga sedang menggugat Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 terkait upah minimum melalui Mahkamah Konstitusi. Mereka menolak penggunaan aturan tersebut dalam perhitungan upah minimum tahun depan.
Kenaikan upah minimum yang diajukan KSPI dan Partai Buruh merupakan isu krusial yang tidak hanya berdampak pada pekerja, tetapi juga membawa konsekuensi bagi perekonomian nasional. Pemerintah diharapkan dapat menyeimbangkan kepentingan antara kesejahteraan buruh dan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan.