Limbah Makanan di Indonesia Sebabkan Emisi Setara 1.700 Ton per Tahun

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas menekankan pentingnya mengurangi emisi yang dihasilkan dari food loss and waste (FLW) di Indonesia. Emisi tahunan dari FLW setara dengan 1.700 metrik ton, yang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan emisi di Indonesia.
“Sebenarnya emisi banyak dari sektor lain ya, tapi ternyata food loss and waste ini memperparah emisi kita,” ujar Ifan Martino, perwakilan dari Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas, dalam diskusi Forum Bumi II: Bagaimana Masa Depan Ketahanan Dan Keanekaragaman Pangan Indonesia, Kamis (10/10).
Ifan menyatakan, Bappenas menargetkan penurunan signifikan FLW hingga 75 persen pada tahun 2045. Masalah ini juga merupakan bagian dari target Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada SDG 12.3.1 yang memantau penurunan FLW hingga tahun 2030.
“RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) dan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) sudah memasukkan FLW sebagai salah satu kebijakan penting dalam ekonomi sirkular,” kata Ifan.
Bappenas telah meluncurkan peta jalan (roadmap) hingga tahun 2045 sebagai bagian dari upaya mengurangi FLW. Peta jalan ini mencakup berbagai strategi, termasuk kebijakan yang mendukung pengurangan FLW, peningkatan partisipasi, serta implementasi intervensi di seluruh rantai nilai pangan. Melalui berbagai strategi, Bappenas berharap target penurunan FLW bisa tercapai sesuai dengan peta jalan yang telah disusun.
Bappenas mendorong penggunaan alat mesin pertanian yang efisien untuk mengurangi FLW di sektor produksi yang diharapkan dapat mengurangi kehilangan hasil panen yang sering terjadi akibat penggunaan alat yang kurang tepat. Di sektor distribusi, intervensi difokuskan pada optimalisasi rantai dingin (cold chain distribution) untuk meminimalkan kerusakan makanan selama distribusi.
“Distribusi juga biasanya banyak terbuang, kita terus dorong penggunaan cold chain distribution, beberapa pilot project sudah dilakukan oleh Badan Pangan Nasional,” jelas Ifan.
Rincian teknis dan alokasi anggaran terkait pengurangan FLW tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dalam RKP tersebut terdapat detail kegiatan pemerintah, anggaran yang disiapkan, serta upaya teknis untuk mencapai pengurangan FLW.
Ifan juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak seperti organisasi masyarakat dan sektor swasta. Salah satu contoh inisiatif yang telah berjalan adalah redistribusi pangan oleh berbagai organisasi, seperti Scholars of Sustenance (SOS), Food Bank Indonesia, dan startup seperti Surplus Indonesia.
Rumah tangga menjadi kontributor terbesar FLW di Indonesia. Oleh karena itu, Ifan menekankan pentingnya edukasi untuk meningkatkan kesadaran individu dalam mengurangi pemborosan makanan di rumah.
“Rumah tangga itu butuh kesadaran individu. Kita banyak buang makanan di kulkas, kita mau intervensi di sana,” katanya.
Bappenas telah bekerja sama dengan organisasi terkait untuk menjalankan kampanye kesadaran di hotel, restoran, dan sektor rumah tangga lainnya. Selain itu, Bappenas juga mendukung startup yang bergerak di sektor pengurangan FLW, seperti Surplus Indonesia yang menjual makanan berlebih yang berpotensi menjadi food waste dan menjualnya dengan harga lebih murah melalui aplikasi.
Ifan menyinggung keterkaitan program makan bergizi gratis di sekolah yang berpotensi menambah FLW. Oleh karena itu, Bappenas merancang intervensi edukatif yang menekankan pentingnya menghindari pemborosan makanan dalam program tersebut.
“Program ini punya anggaran besar, tapi ada risiko untuk FLW. Kita nggak mau program makan bergizi gratis ini malah menambah angka FLW kita,” jelasnya.