Krisis Iklim Sumbang Emisi Karbon Secara Signifikan

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Krisis iklim meningkatkan kerentanan hutan secara global. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), perubahan iklim semakin memicu serangan hama dan kebakaran hutan dan lahan.
Laporan Keadaan Hutan Dunia atau The State of the World’s Forests (SOFO) 2024 mencatat intensitas dan frekuensi kebakaran hutan terus meningkat, termasuk di daerah yang sebelumnya bebas dari api. Pada tahun 2023, kebakaran hutan melepaskan lebih dari 6 miliar ton emisi karbon setara karbon dioksida secara global.
“Pengamatan satelit menunjukkan emisi yang dilepaskan lebih besar dua kali lipat dari perkiraan emisi karbon dioksida yang dikeluarkan oleh Uni Eropa akibat pembakaran bahan bakar fosil pada tahun tersebut,” dikutip dari SOFO 2024.
Pada tahun-tahun sebelumnya, kebakaran hutan menyumbang 10 persen dari emisi karbon dioksida global, dengan puncaknya pada tahun 2021. Kekeringan berkepanjangan meningkatkan keparahan kebakaran dan konsumsi bahan bakar, menyumbang hampir seperempat dari total emisi kebakaran hutan.
Selain itu, kesehatan hutan juga terganggu oleh adanya serangan hama. Krisis iklim membuat hutan lebih rentan terhadap spesies invasif seperti nematoda kayu pinus telah menyebabkan kerusakan besar pada hutan pinus di beberapa negara di Asia dan Amerika Utara.
Di Tiongkok, Jepang, dan Korea, nematoda ini menyebabkan kerusakan signifikan, dengan Korea kehilangan 12 juta pohon pinus antara 1988 dan 2022. Di Amerika Serikat, diperkirakan 25 juta hektare hutan akan kehilangan lebih dari 20% pohon inangnya akibat serangga dan penyakit hingga 2027.
Dalam publikasi SOFO 2024, pemantauan degradasi hutan global termasuk wabah serangga hama dan penyakit masih dalam tahap awal, sehingga sulit mengukur biaya ekonomi dari kerusakan, termasuk kehilangan kayu, biaya penggantian pohon, serta dampak terhadap jasa ekosistem dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Untuk mengatasi hama di hutan, FAO menekankan pentingnya inovasi dalam teknologi dan kebijakan untuk memahami serta menangani penyebab gangguan hutan, termasuk dampak dari perubahan iklim.
FAO juga mendorong pendekatan terintegrasi dalam pengelolaan hutan untuk meningkatkan ketahanan hutan serta masyarakat yang bergantung padanya. Terkait kebakaran hutan, FAO menekankan pentingnya menggabungkan pendekatan masyarakat adat dan tradisional dengan teknologi modern untuk mengurangi laju kebakaran hutan di seluruh dunia.
Indonesia merupakan salah satu negara yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan. Dalam kegiatan patrolinya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan TNI, Polri, dan Masyarakat Peduli Api (MPA), dengan Manggala Agni sebagai garda depan.
Direktur Penghimpunan dan Pengembangan Dana Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Endah Tri Kurniawaty menyatakan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia sangat berkontribusi pada upaya penurunan emisi.
Endah menjelaskan bahwa Upaya pengendalian Karhutla dan penurunan emisi yang telah dilakukan di lapangan selama ini memberikan insentif bagi Indonesia berupa pendanaan dari multilateral fund, Green Climate Fund. Dana insentif ini didistribusikan ke berbagai penerima manfaat salah satunya Balai PPI yang dananya dikelola oleh BPDLH dengan KLHK sebagai pemangku program.
“Kami berharap upaya pengendalian perubahan iklim dapat terus ditingkatkan untuk mencapai FOLU Net Sink 2030,” ujar Endah dikutip dari Media Indonesia Senin (29/7).