KLH Tinjau Ulang Persetujuan Lingkungan Tambang di Raja Ampat

Jakarta, sustainlifetoday.com — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan meninjau kembali persetujuan lingkungan terhadap empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Peninjauan ulang ini dilakukan setelah KLHK menemukan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup oleh sejumlah perusahaan tambang. Salah satunya adalah PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) yang beroperasi di Pulau Manuran.
“PT ASP melakukan kegiatan pertambangan tanpa manajemen lingkungan yang memadai sehingga menyebabkan pencemaran air laut,” ujar Hanif dilansir pada Senin (9/6).
Ia menambahkan bahwa dokumen persetujuan lingkungan PT ASP diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat pada 2006 dengan Nomor 75B, namun hingga kini belum diterima secara resmi oleh kementerian.
Perusahaan lain yang juga menjadi perhatian KLHK adalah PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), yang menjalankan operasi di Pulau Kawei seluas 4.561 hektare. Izin lingkungan KSM juga diterbitkan oleh pemerintah daerah terdahulu.
Baca Juga:
- Ini Daftar Perusahaan Tambang yang Rusak Lingkungan Raja Ampat
- Cegah Pemborosan, Ini Tips Simpan Daging Kurban Agar Tetap Awet
- Ramai Jadi Sorotan, Bahlil akan Segera Kunjungi Tambang Nikel Raja Ampat
“Penanganannya akan sama seperti PT ASP,” tambah Hanif.
Sementara itu, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) diketahui belum memiliki dokumen persetujuan lingkungan. KLHK telah menghentikan sementara kegiatan penambangan perusahaan tersebut.
Di sisi lain, kegiatan tambang oleh PT Gag Nikel di Pulau Gag dikonfirmasi masih berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, KLHK tetap akan melakukan pemantauan secara berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan hidup.
Hanif menegaskan bahwa seluruh aktivitas tambang ini berlangsung di pulau-pulau kecil yang seharusnya dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penambangan di wilayah-wilayah ini dinilai rentan merusak ekosistem pesisir dan mengancam keberlanjutan lingkungan laut yang sangat kaya biodiversitas, seperti di Raja Ampat.