Indonesia Kesulitan Adopsi BBM Rendah Sulfur

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan Indonesia menghadapi kesulitan dalam menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) rendah sulfur, meskipun secara teknologi dan teknis, Indonesia sudah mampu menerapkannya.
“Secara teknologi mampu, secara teknis kita mampu, tapi problemnya ada yang teknis tadi bahwa ada kekuatan-kekuatan tertentu yang masih menghendaki bahwa BBM motor itu bisa tetap masuk ke Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, dalam Media Gathering “Gagal Lagi, BBM ramah lingkungan untuk Kendaraan Euro4”, Rabu (11/9).
Safrudin menyatakan, kesiapan Indonesia dalam mengadopsi BBM rendah sulfur terlihat ketika Presiden Abdurrahman Wahid berencana meningkatkan kapasitas kilang Balongan agar mampu memproduksi BBM berkualitas tinggi, termasuk yang sesuai dengan standar Euro4.
Namun, pada masa kepemimpinan presiden berikutnya, kebijakan tersebut dibatalkan, sehingga Indonesia hingga kini tidak memiliki kilang untuk memproduksi BBM berkualitas tinggi. Akibatnya, Indonesia masih bergantung pada impor BBM hingga saat ini.
“Kita bisa menebak kan siapa yang melobi untuk menghentikan komunikasi peningkatan kualitas kilang cilacap dan balongan. Ya pasti oleh creator import BBM,” lanjut Safrudin.
Safrudin menilai ada skenario yang membuat Indonesia bergantung pada impor. Impor bensin mencapai 53% atau sekitar 17 juta kiloliter (KL), dan solar sekitar 15-20% atau 5 juta KL. Untuk meningkatkan kualitas BBM di Indonesia, dibutuhkan investasi Rp 900 triliun, termasuk peningkatan kualitas kilang dan industri otomotif nasional.
Safrudin menjelaskan, Indonesia berpotensi meraih banyak manfaat ekonomi jika kualitas BBM ditingkatkan. Sebagai contoh, jika standar BBM Euro4 diterapkan sejak 2014, Indonesia diperkirakan akan memperoleh dampak ekonomi hingga Rp 3.900 triliun pada tahun 2030.
“Manfaat ekonomi sebesar 3900 triliun yang berasal dari penghematan bahan bakaran, berdua dari peningkatan kesehatan masyarakat dan yang ketiga, berkat dari peningkatan kesehatan masyarakat, maka produktivitas masyarakat ,” jelas Safrudin.