Tagar #SaveRajaAmpat Menggema di Medsos, Pengamat: Batalkan Izin Selamanya

Jakarta, sustainlifetoday.com – Gelombang penolakan terhadap aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat terus menguat. Tagar #SaveRajaAmpat kembali menggema di media sosial, mendorong pencabutan permanen seluruh izin tambang yang dinilai mengancam ekosistem geopark kelas dunia tersebut
Pengamat Ekonomi Energi dari UGM, Fahmy Radhi, menilai bahwa aktivitas pertambangan di Raja Ampat, meskipun dilakukan dengan skema reklamasi, tetap akan meninggalkan jejak kerusakan permanen.
“Semua proses tambang pasti merusak lingkungan dan ekosistem, apalagi para penambang sering mengabaikan reklamasi. Untuk Raja Ampat, meski dengan reklamasi sekalipun, kerusakannya tak bisa dihindari,” ujar Fahmy kepada SustainLife Today.
Ia menekankan bahwa Raja Ampat bukan sekadar wilayah kaya sumber daya alam, tetapi juga kawasan strategis dengan nilai ekologis dan ekonomi yang tinggi di sektor pariwisata. Oleh karena itu, ia menuntut agar semua aktivitas pertambangan di kawasan tersebut dan sekitarnya dihentikan secara permanen.
Lebih lanjut, Fahmy mengungkapkan kecurigaan adanya praktik kolusi dalam penerbitan izin tambang.
Baca Juga:
- Muhammadiyah Terus Dorong Gerakan Green Hajj dan Green Kurban
- KLH Dorong Edukasi Pengelolaan Sampah dalam Program Makan Bergizi Gratis
- Ramai Jadi Sorotan, Bahlil akan Segera Kunjungi Tambang Nikel Raja Ampat
“Saya menduga kuat ada kongkalikong antara oknum pemerintah pusat dan pengusaha tambang. Ini bentuk nyata dari kekuatan oligarki. Kejaksaan Agung perlu mengusut dugaan ini secara tuntas. Jika terbukti, siapapun yang terlibat harus diproses hukum.”
Kerusakan Ekosistem dan Desakan Global
Seperti diketahui, Raja Ampat adalah bagian dari kawasan Coral Triangle dan menjadi rumah bagi 75% spesies karang dunia serta lebih dari 1.600 jenis ikan. Sejak 2023, wilayah ini juga ditetapkan sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark.
Namun, laporan terbaru dari Auriga Nusantara dan Greenpeace mencatat lebih dari 500 hektar hutan hujan tropis telah rusak, sebagian besar akibat pembukaan lahan oleh perusahaan tambang nikel. Sedimentasi dari aktivitas tambang juga dilaporkan mengancam jalur migrasi satwa laut seperti manta ray, hiu karang, dan dugong.
Hingga awal Juni 2025, pemerintah telah menangguhkan sementara lima izin tambang di Gag, Kawe, Batang Pele, dan Manuran. Dua perusahaan besar, yakni PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama pun kini sedang dalam proses evaluasi izin lingkungan, setelah temuan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menunjukkan pelanggaran serius terhadap tata kelola tambang.
Di tengah krisis iklim dan desakan transisi energi global, Raja Ampat justru dinilai lebih potensial sebagai pusat ekowisata berkelanjutan daripada menjadi sumber bahan mentah energi hijau.
Sektor pariwisata setempat mencatat lebih dari 19.800 wisatawan pada 2023, yang memberikan dampak ekonomi langsung kepada masyarakat melalui homestay, transportasi laut, hingga produk UMKM lokal.