Donald Trump Menang Pilpres, Nasib Kebijakan Hijau di AS Terancam?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Calon Presiden AS dari Partai Republik Donald Trump resmi memenangkan pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2024 mengalahkan Calon Presiden AS dari Partai Demokrat Kamala Harris. Berdasarkan data hitung cepat 270toWin pada Rabu (6/11), Donald Trump berhasil mengamankan 270 suara elektoral (electoral votes) dan resmi memenangkan persaingan menjadi presiden terpilih AS ke 47 untuk periode 2024-2028.
Lantas bagaimana kebijakan hijau di tangan Donald Trump?
Pendekatan Donald Trump terhadap kebijakan keberlanjutan dan lingkungan diprediksi akan berbeda tajam dari pemerintahan sebelumnya, terutama karena ia berencana membatalkan kebijakan iklim utama yang ditetapkan oleh Joe Biden.
Trump sudah menegaskan bahwa dirinya akan keluar lagi dari Perjanjian Paris, sebuah langkah yang sudah ia ambil pada masa jabatan pertama dan kini direncanakan sebagai salah satu kebijakan utama kampanye “Agenda 47”-nya. Penarikan dari perjanjian tersebut, yang ditandatangani oleh lebih dari 190 negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, menegaskan posisi Trump bahwa perjanjian internasional seringkali menguntungkan negara lain dan membebani ekonomi Amerika Serikat.
Kebijakan lingkungan Trump dalam kampanye 2024 juga termasuk membatalkan berbagai mandat kendaraan listrik (EV) dan insentif energi bersih yang diinisiasi oleh pemerintahan Biden. Trump, yang terkenal sebagai pendukung kuat bahan bakar fosil, merencanakan untuk menghapus dana dari “Inflation Reduction Act,” undang-undang yang merupakan investasi terbesar AS dalam energi terbarukan dan pengurangan emisi.
Dana ini sebelumnya digunakan untuk memperluas energi bersih, meningkatkan ketahanan energi, dan mendorong inovasi di bidang teknologi hijau, tetapi di bawah Trump kemungkinan besar akan dialihkan ke proyek-proyek yang mendukung bahan bakar fosil dan infrastruktur tradisional.
Ketika menjabat pada periode 2017-2021, Trump menerapkan kebijakan yang memangkas lebih dari 100 regulasi lingkungan yang dianggap menghambat industri. Ia secara agresif meliberalisasi sektor minyak dan gas, termasuk membuka lahan federal untuk pengeboran minyak dan gas serta menurunkan standar emisi bagi pabrik dan pembangkit listrik.
Selain itu, pemerintahan Trump sebelumnya menghapus perlindungan bagi berbagai ekosistem, seperti kebijakan yang memungkinkan pengurangan luas area yang dilindungi dan memperbolehkan aktivitas penebangan dan pengeboran di area tersebut. Dengan kebijakan ini, Trump mengklaim bahwa hal tersebut dapat menciptakan lapangan kerja dan menurunkan biaya energi bagi konsumen.
Dalam kampanyenya tahun ini, Trump memperkuat komitmennya untuk menjadikan AS sebagai “superpower” energi dengan “menghilangkan pembatasan yang menghambat” industri bahan bakar fosil. Hal ini kontras dengan tren global yang semakin beralih ke energi bersih sebagai solusi untuk krisis iklim.
Trump bahkan mengabaikan risiko perubahan iklim dalam debat dan kampanye, menyebut perubahan iklim sebagai “hoax” dan menunjukkan skeptisisme bahwa aktivitas manusia adalah penyebab utama perubahan iklim. Meskipun beberapa pemimpin bisnis dan sektor swasta di AS, termasuk tokoh seperti Elon Musk, secara terbuka mendukung aksi iklim, pendekatan Trump tetap terfokus pada energi fosil, dengan pandangan bahwa kebutuhan energi Amerika harus diprioritaskan.
Langkah mundur dalam kebijakan iklim AS ini berpotensi memiliki dampak global. Sebagai negara yang selama ini memimpin aksi iklim bersama negara-negara Eropa, mundurnya AS dari Perjanjian Paris dan dari komitmen pengurangan emisi akan menciptakan kekosongan dalam kepemimpinan global yang dapat berdampak pada kemampuan dunia untuk mencapai target emisi yang disepakati.
Kebijakan ini mungkin akan menarik dukungan dari industri minyak dan gas dalam negeri, tetapi para ahli mengkhawatirkan dampak lingkungan jangka panjangnya bagi AS, terutama karena perubahan iklim menyebabkan peningkatan frekuensi bencana alam yang juga menimbulkan biaya ekonomi tinggi bagi negara.
Secara keseluruhan, kemenangan Trump di pemilu 2024 mungkin akan berarti perubahan besar dalam arah kebijakan iklim AS, dengan kembali berfokus pada energi fosil dan pelepasan regulasi lingkungan yang ketat. Meskipun kebijakan ini dapat menguntungkan sektor energi tradisional, implikasi jangka panjangnya terhadap iklim global dan stabilitas lingkungan sangat dikhawatirkan oleh komunitas internasional dan ilmuwan.