Pemberian IUP kepada Ormas Keagamaan, Ancaman Baru bagi Lingkungan?

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan kini dapat prioritas memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024.
Aturan ini tercantum dalam Pasal 83A PP 25/2024, yang menyebutkan bahwa WIUPK untuk ormas keagamaan berasal dari wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Ayat 1 Pasal tersebut menjelaskan bahwa WIUPK diberikan secara prioritas kepada badan usaha ormas keagamaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kepemilikan saham organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan tidak bisa dipindahtangankan tanpa persetujuan Menteri. Badan usaha ini juga dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya. Kini, Pemerintah masih merumuskan rencana pembagian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk organisasi keagamaan.
Dengan dibuatnya aturan ini, terdapat respons dari LSM di Indonesia yang peduli terhadap lingkungan hidup. Manajer Kampanye Tambang dan Energi di Walhi Nasional, Fanny Tri Jambore Christanto, berpendapat bahwa rencana pemberian izin usaha pertambangan batu bara kepada organisasi masyarakat berisiko memperburuk kerusakan lingkungan.
Fanny berpendapat pertambangan, terutama untuk mineral dan batu bara, selalu membawa dampak pada manusia dan lingkungan. Karena dampak yang signifikan ini, izin pertambangan seharusnya diarahkan untuk upaya pencegahan, pengendalian, dan perlindungan. Hal ini berarti tidak semua lokasi bisa dijadikan lokasi penambangan dan tidak semua pihak bisa terlibat dalam kegiatan tersebut.
“Apalagi kepada ormas yang tidak memiliki kapasitas dalam melakukannya,” Ujar Fanny, pada Minggu, (12/5).
Selain itu, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies, Media Wahyudi Askar, juga ikut berpendapat bahwa rencana pengelolaan konsesi tambang oleh organisasi masyarakat akan membawa beberapa dampak ekonomi dan lingkungan.
Askar menambahkan, hal ini juga berisiko menimbulkan ketidakadilan ekonomi karena organisasi masyarakat mungkin tidak memiliki keahlian atau sumber daya yang memadai untuk mengelola tambang dengan efisien.
“Hal ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan tambang yang lebih punya kapasitas,” kata Askar, Minggu (12/5).