Minimnya Pasar Mobil Listrik Bekas di Indonesia, Ini Tantangan dan Solusinya

Jakarta, sustainlifetoday.com – Indonesia terus mendorong adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sebagai bagian dari agenda nasional menuju energi bersih dan pengurangan emisi karbon. Namun, salah satu tantangan yang kerap menghambat perkembangan mobil listrik di Tanah Air adalah minimnya pasar mobil listrik bekas.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut bahwa ketiadaan secondary market untuk kendaraan listrik menjadi penghalang utama bagi konsumen untuk beralih dari mobil berbahan bakar konvensional ke kendaraan listrik.
“Secondary marketnya, jadi ini menjadi tantangan tersendiri,” kata Airlangga dalam acara Kumparan Green Initiative di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/9).
Tantangan Teknologi Baterai dan Depresiasi Nilai
Salah satu masalah utama dalam pasar mobil listrik bekas adalah depresiasi nilai baterai. Teknologi baterai pada kendaraan listrik memiliki umur pakai yang lebih pendek dibandingkan mesin kendaraan konvensional. Seiring waktu, kapasitas baterai dapat menurun, yang berdampak pada daya jelajah mobil listrik. Hal ini menyebabkan penurunan nilai jual kembali kendaraan tersebut.
Di Indonesia, konsumen masih skeptis terkait daya tahan baterai mobil listrik bekas. Hal ini berbeda dengan pasar mobil konvensional, di mana jaringan bengkel dan ketersediaan spare part sudah sangat memadai. Dalam konteks mobil listrik, teknologi baterai yang memerlukan pemeliharaan khusus dan recycling membuat potensi pasar mobil bekas menjadi kurang menarik.
Perbandingan dengan China dan Norwegia
Negara-negara dengan adopsi kendaraan listrik yang lebih maju seperti China dan Norwegia telah berhasil mengatasi tantangan ini. Di China, yang merupakan salah satu pasar mobil listrik terbesar di dunia, perkembangan teknologi baterai sudah sangat pesat. China juga menawarkan inovasi seperti Battery-as-a-Service (BaaS) yang memungkinkan konsumen mengganti baterai mereka tanpa harus membeli unit baru. Dengan skema ini, konsumen hanya membayar biaya bulanan untuk baterai dan dapat menukar baterai dengan mudah di stasiun pengisian, yang pada akhirnya mengurangi kekhawatiran konsumen terhadap depresiasi nilai baterai.
Di Norwegia, insentif pemerintah yang besar telah mendorong penggunaan kendaraan listrik secara masif, termasuk terciptanya pasar mobil listrik bekas yang kuat. Pada 2024, 94,3% kendaraan baru yang didaftarkan adalah kendaraan listrik, dengan target negara ini untuk 100% kendaraan tanpa emisi pada 2025.
Infrastruktur pendukung yang lengkap, termasuk jaringan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang tersebar luas, memudahkan pengguna mobil listrik untuk mengisi daya di mana pun. Selain itu, program recycling dan remanufacturing baterai membantu menjaga kualitas mobil listrik bekas yang beredar di pasar.
Upaya Indonesia dalam Mengembangkan Infrastruktur Kendaraan Listrik
Di Indonesia, pemerintah sudah mulai mempercepat pengembangan infrastruktur untuk mendukung kendaraan listrik, termasuk memperbanyak jumlah SPKLU di berbagai daerah. Namun, menurut Airlangga Hartarto, beberapa pemerintah daerah belum siap dengan implementasi transportasi hijau, terutama dalam konteks transportasi publik berbasis listrik.
“Penerapan transportasi hijau menjadi penting, terutama transportasi publik, kami melihat tidak semua pemerintah daerah siap dengan publik transportasi hijau,” ujar Airlangga.
Pemerintah juga berencana untuk mendorong pertumbuhan pasar kendaraan listrik dengan memberikan insentif kepada konsumen. Namun, insentif ini perlu diperluas agar tidak hanya mencakup pembelian mobil listrik baru, tetapi juga memperhatikan bagaimana pasar mobil bekas dapat dibangun. Salah satu cara yang dapat dipertimbangkan adalah mendorong recycling dan remanufacturing baterai, serta memperkenalkan skema BaaS yang sudah berhasil diimplementasikan di negara-negara seperti China.
Untuk membangun pasar mobil listrik bekas yang kuat, diperlukan inovasi teknologi yang lebih matang, terutama dalam manajemen baterai dan sistem infrastruktur pendukung. Pengembangan baterai solid-state, misalnya, bisa menjadi solusi jangka panjang. Baterai jenis ini lebih tahan lama, memiliki kapasitas yang lebih tinggi, dan lebih aman daripada baterai lithium-ion yang saat ini digunakan secara luas pada kendaraan listrik.
Selain itu, kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dalam pengembangan teknologi daur ulang baterai akan membantu menjaga umur pakai mobil listrik bekas dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Dengan upaya ini, Indonesia bisa mempersiapkan ekosistem mobil listrik yang lebih inklusif dan berkelanjutan, menciptakan peluang baru bagi pasar kendaraan bekas di masa depan.