Indonesia akan Buat Papan Pemantauan Digital untuk Lacak Komoditas Pertanian

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Indonesia berencana meluncurkan papan pemantauan digital untuk melacak komoditas pertanian pada bulan Agustus mendatang. Sebagai negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia berupaya memantau produknya yang bernilai US$6,5 miliar atau Rp105,5 triliun, yang terkena dampak peraturan anti-deforestasi Uni Eropa yang baru.
Papan pemantauan digital ini bertujuan untuk meningkatkan keterbukaan rantai pasokan komoditas pertanian seperti kelapa sawit, kopi, dan karet, serta mempromosikan standar keberlanjutan yang lebih baik di Indonesia.
Menurut Kementerian Perekonomian Indonesia, transparansi akan mendukung ekspor Indonesia dalam menghadapi Peraturan Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR). EUDR akan diterapkan pada akhir tahun 2024.
Dalam Peraturan EUDR tersebut akan melarang impor komoditas yang terkait dengan deforestasi. Ekspor minyak kelapa sawit, kakao, kopi, karet, dan kayu dari Indonesia yang bernilai €6 miliar atau US$6,5 miliar akan terpengaruh oleh aturan EUDR, sesuai dengan perkiraan pemerintah Indonesia sebelumnya.
“Kita harus dapat melacak barang-barang yang kita perdagangkan sehingga kita dapat meningkatkan perdagangan ke depannya,” ujar Musdhalifah Machmud, wakil menteri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pada Rabu (5/6).
Pada bulan September mendatang, Indonesia berencana untuk mulai mengoperasikan papan pemantauan digital sebelum pertemuan gugus tugas bersama dengan Uni Eropa dan Malaysia. Ketiga negara ini akan membahas implementasi EUDR.
Indonesia dan Malaysia menilai kebijakan EUDR adalah kebijakan yang diskriminatif karena menargetkan minyak kelapa sawit dari kedua negara tersebut. Sementara itu, Uni Eropa menyatakan bahwa peraturan ini dirancang untuk memastikan bahwa blok Eropa tidak berkontribusi pada degradasi hutan di seluruh dunia.
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) berpendapat bahwa Indonesia perlu membangun sistem pertanian dan pangan yang berkelanjutan guna memastikan keamanan pangan dan lingkungan, mengingat dampak negatif dari penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Tanpa sistem pertanian berkelanjutan, Indonesia akan menghadapi tantangan besar dalam memenuhi permintaan pangan yang terus meningkat dan krisis iklim.
“Praktik-praktik pertanian yang tergantung pada penggunaan pupuk kimia yang tidak tepat dosis dan konversi lahan mengancam kemampuan lingkungan untuk mendukung produksi pangan jangka panjang,” ujar Peneliti CIPS Azizah Fauzi, pada Kamis (6/6).