Pengemudi Indonesia Beralih ke Kendaraan Listrik Demi Transportasi Ramah Lingkungan

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Survei terbaru menunjukkan bahwa 66% pengemudi di Indonesia lebih memilih membeli kendaraan listrik. Selain itu, 71% dari mereka berencana beralih dari merek mobil yang mereka miliki ke kendaraan listrik yang tersedia. Survei ini dilakukan oleh Dynata atas nama New AutoMotive.
Survei ini melibatkan 1.000 pengemudi di Indonesia, termasuk pemilik mobil, pengguna mobil sewaan, dan mereka yang mengendarai mobil milik orang lain. Menurut survei, 86% pengemudi akan tetap menggunakan merek mobil mereka saat ini jika merek tersebut memproduksi kendaraan listrik yang lebih terjangkau.
CEO New AutoMotive, Ben Nelmes mengatakan data survei jelas menunjukan bahwa pengemudi di Indonesia menginginkan moda transportasi yang lebih bersih dan lebih murah. Hasil ini patut menjadi peringatan bagi industri otomotif di Indonesia.
“Produsen mobil yang menunda atau menolak transisi ke kendaraan listrik, menghadapi risiko kehilangan pelanggan yang beralih ke perusahaan yang bisa memberikan kendaraan listrik yang mereka inginkan,” ujar Ben dikutip secara tertulis, pada Rabu (12/6).
Mayoritas pengemudi di Indonesia (83%) mendukung kebijakan peningkatan penjualan kendaraan listrik dan penghentian penjualan mobil Mesin Pembakaran Internal (ICE). Kekhawatiran pengemudi tentang kendaraan listrik disebabkan oleh kesenjangan pengetahuan, seperti anggapan harga yang terlalu mahal.
Dari pengemudi yang tidak berencana membeli EV, 37% menyebutkan harga sebagai alasan utama. Namun, 60% dari mereka yang menganggap harga terlalu mahal memperkirakan harga 10% lebih tinggi dari harga yang sebenarnya, begitu juga dengan 47% pengemudi yang tidak mempermasalahkan harga.
Dalam survei tersebut juga diungkapkan bahwa mayoritas responden memiliki persepsi yang kurang akurat mengenai jarak tempuh rata-rata kendaraan listrik di Indonesia. Sebanyak 70% responden merasa khawatir bahwa jarak tempuh kendaraan listrik adalah kurang dari 90% dari jarak tempuh sebenarnya yang bisa dicapai rata-rata kendaraan listrik di Indonesia. Selain itu, 63% pengemudi yang tidak mengkhawatirkan jarak tempuh juga berpikir demikian.
Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Agung Budiono, ikut menanggapi penemuan ini, ia menekankan pentingnya produsen dan regulator kendaraan listrik untuk memperketat tata kelola dan mengurangi dampak negatif sosial, lingkungan, dan hak asasi manusia dari penambangan mineral kritis yang dibutuhkan untuk produksi baterai, seiring dengan meningkatnya preferensi konsumen Indonesia terhadap kendaraan listrik.
“Karena itu, produsen kendaraan listrik juga perlu ‘membersihkan’ rantai pasok produksi mereka dari sumber energi kotor (PLTU) yang masih dominan digunakan di hulunya, karena pertumbuhan kendaraan listrik semestinya sejalan dengan komitmen dekarbonisasi,” ujarnya.
Survei yang diadakan oleh New Automotive ini bertujuan untuk memahami pandangan pengemudi mengenai kendaraan listrik, penerimaan konsumen terhadap kebijakan perusahaan yang mendukung atau menentang kendaraan listrik dan keyakinan konsumen. Pertanyaan serupa juga ditanyakan kepada pengemudi di lima negara lainnya yakni, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, India dan Jepang untuk membandingkan pandangan di berbagai pasar otomotif.