Menteri LHK Tegaskan Aturan Ketat Nilai Ekonomi Karbon Demi Cegah Greenwashing

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menjelaskan bahwa aturan ketat terkait nilai ekonomi karbon dibuat untuk memastikan agar tidak terjadi greenwashing, atau memberikan citra praktik ramah lingkungan meskipun faktanya bertolak belakang.
Siti mengatakan instrumen nilai ekonomi karbon Indonesia termasuk dalam kategori dengan integritas tinggi atau high integrity carbon dan telah mendapatkan apresiasi dari Sekretariat UNFCCC.
“Kalau kita berbicara dan high integrity karena di Sekretariat UNFCCC itu ditegaskan pada bulan Juni kemarin lebih tegas lagi bahwa harus high integrity. Sebab kalau tidak, bisa terjadi greenwashing atau fake carbon atau karbon hantu, itu yang paling ditakuti,” jelas Siti Nurbaya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (1/9).
Di sisi lain, Siti menyebut bahwa pelaku usaha menginginkan mekanisme perdagangan karbon yang jauh lebih mudah dari aturan yang berlaku saat ini, yaitu Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Kebanyakan pelaku dunia usaha menginginkan perdagangan karbon yang tanpa otoritas dan dapat dilakukan langsung transaksi antar-bisnis. Dengan alasan aturan yang ada terlalu rumit dalam pelaksanaannya.
Sebagian besar pelaku bisnis menginginkan perdagangan karbon yang bebas tanpa otoritas dan bisa dilakukan secara langsung transaksi antar-bisnis, karena mereka menganggap aturan yang ada terlalu rumit dalam pelaksanaannya.
“Dalam konsep karbon karena dia bicara global, antar-negara juga nanti di-record dalam satu sistem, dalam aturan kita Perpres 98 kita menekankan bahwa nilai ekonomi karbon harus dengan pencatatan dalam sistem registrasi nasional,” lanjut Siti.
Selain itu, dalam mekanisme nilai ekonomi karbon, harus memiliki cara perhitungan dengan metode yang sudah tervalidasi. Sesuai peraturan yang berlaku, penjualan karbon kepada pihak asing juga harus memiliki otorisasi dari negara, baru setelah itu Sertifikat Penurunan Emisi Indonesia dapat dikeluarkan.
Ketentuan tersebut diberlakukan untuk mencegah adanya karbon palsu atau klaim pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) tanpa validasi menggunakan metode yang teruji. Jika hal ini terjadi, maka langkah yang diambil tidak akan berkontribusi dalam upaya mencapai target iklim yang sudah ditentukan oleh Indonesia.