Menteri ESDM Akui Biaya Tinggi Implementasi CCS/CCUS untuk Kurangi Emisi Karbon

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengakui bahwa teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) serta Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) memiliki biaya yang tinggi. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menerapkan CCS/CCUS.
Teknologi CCS/CCUS adalah salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target net zero emission. Diharapkan teknologi ini dapat memainkan peran penting dalam mengurangi jejak karbon negara yang dikenal sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di dunia.
Arifin mengungkapkan dengan memanfaatkan CCS dan CCUS, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor industri dan energi, sekaligus mendukung transisi menuju energi bersih.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memenuhi komitmen dalam Perjanjian Paris dan mengurangi dampak perubahan iklim secara lebih efektif.
Namun demikian, Arifin menambahkan meskipun CCS/CCUS memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi karbon, biaya tinggi yang terkait dengan penerapannya menjadi tantangan utama bagi Indonesia.
“Rencana implementasi CCS/CCUS sekarang masih mahal, tapi memang harus kita coba. sesuatu kalau baru dicoba kan memang mahal,” ujar Arifin, dikutip Selasa (6/8).
Indonesia memiliki 15 proyek CCS/CCUS yang masih dalam tahap studi atau persiapan, yang tersebar dari barat hingga timur Indonesia. Proyek-proyek tersebut meliputi Tangguh EGR/CCUS, Abadi CCS, Sukowati CCUS/EOR, Gundih CCUS/EGR, Pilot Test CO2 Huff and Puff Jatibarang, Ramba CCUS/EOR, CO2 Huff and Puff Gemah, Sakakemang CCS, Arun CCS, Central Sumatra Basin CCS/CCUS Hubs, Kutai Basin CCS Hub, Asri Basin CCS/CCUS Hubs, CCU to Methanol RU V Balikpapan, East Kalimantan CCS/CCUS Study, dan Blue Ammonia + CCS Donggi Matindok.
Arifin menjelaskan bahwa biaya untuk menginjeksikan per ton CO2 dalam proyek penyimpanan CO2 tidaklah murah. Dalam penjelasannya, ia menguraikan beberapa biaya utama. Pertama, pemurnian Gas Alam, Gundih Jawa Timur dengan biaya USD43-53/ton CO2, dengan total 0,3 juta ton CO2 per tahun, investasi injeksi USD105 juta
Selanjutnya Produksi LNG Bintuni, Papua Barat, USD33/ton CO2. Total 2,5-3,3 juta ton CO2 per tahun, Investasi injeksi sebesar USD948 juta. Kemudian Produksi LNG di Masela, NTT, USD26/ton CO2, total 3,5 juta ton CO2 per tahun, investasi injeksi sebesar USD1,4 miliar. Terakhir ialah Gasifikasi batubara menjadi DME, Tanjung Enim Sumatera Selatan, USD50-55/ton CO2, total 3 juta ton CO2 per tahun dan investasi injeksi mencapai USD1,6 miliar.