Indonesia Targetkan Jadi Pemasok Utama Bioavtur Terbesar di ASEAN, Dukung Transisi Energi Hijau

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Pemerintah sedang mempercepat penggunaan biodiesel untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Bahkan Indonesia ditargetkan menjadi produsen dan pemasok utama Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur terbesar di ASEAN.
“Ke depan, Indonesia akan menyiapkan untuk 5 persen dari penggunaan avtur yang diharapkan Indonesia menjadi supplier terbesar di ASEAN,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, di Universitas Gunadarma, Depok, Kamis (29/8).
Airlangga mengatakan, pemerintah telah mendorong energi bersih dari bahan nabati melalui pelaksanaan Mandatori Biodiesel. Melalui program ini, Indonesia berhasil menjadi negara yang secara konsisten menerapkan tingkat pencampuran bahan bakar nabati tertinggi selama delapan tahun terakhir.
Indonesia bahkan sedang menyiapkan untuk Mandatori B40 yang rencananya akan dikeluarkan Januari 2025. Oleh sebab itu, pemerintah membutuhkan dukungan banyak pihak untuk mengembangkan program ini, termasuk Persatuan Insinyur Indonesia sebagai sumber daya manusia.
“Kita butuh lebih banyak lagi sains, teknologi, engineering, dan matematik terutama untuk digitalisasi dan industri masa depan, termasuk dalam transisi energi. Jadi cetaklah insinyur sebanyak-banyaknya,” jelas Menko Airlangga.
Indonesia berkomitmen untuk terus menurunkan emisi gas rumah kaca melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) yaitu sebesar 31,89% pada tahun 2030 secara mandiri dan 43,20% dengan bantuan internasional. Indonesia juga menargetkan mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Menurut Airlangga, percepatan inovasi energi baru terbarukan dan transisi energi penting dilakukan. Pasalnya, energi merupakan sumber emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia, yakni mencapai 34 persen dari total emisi gas rumah kaca.
“Suka-tidak suka transisi hijau ini adalah upaya yang paling efektif,” ujarnya.
Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah telah mengeluarkan sejumlah regulasi, termasuk Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang salah satunya diterapkan melalui mekanisme perdagangan karbon sebagai upaya untuk mendukung transisi energi.
Pada Februari 2023, pemerintah meluncurkan sistem perdagangan emisi (ETS) untuk sektor pembangkit listrik dan meluncurkan Bursa Karbon (IDX Carbon) pada September 2023. Skema perdagangan karbon di subsektor pembangkit listrik ini diperkirakan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca setidaknya 100 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030.