Wamen LH: Perubahan Iklim Sedang Terjadi dan Benar-Benar Berbahaya
Jakarta, sustainlifetoday.com — Wilayah Indonesia tengah mengalami suhu panas ekstrem yang mencapai hingga 37 derajat Celsius dalam beberapa waktu terakhir. Kondisi ini dikhawatirkan akan terus meningkat hingga tahun 2030 mendatang.
“Perubahan iklim sedang terjadi dan itu benar-benar berbahaya,” ungkap Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono dalam acara Indo-Pacific Plastics Innovation Network di Hotel The Westin, Jakarta, Selasa (28/10).
Diaz menuturkan, tahun 2024 dinobatkan sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dan tren tersebut diperkirakan akan terus berlanjut.
“Tahun 2024 adalah tahun terpanas yang pernah terekam dalam sejarah,” ujarnya.
“Dan itu pasti akan dilewatkan oleh tahun terpanas lain dari sekarang hingga 2030 menurut BMKG,” imbuhnya.
Baca Juga:
- KAI Logistik Tunjukkan Komitmen ESG Lewat Transparansi Emisi Pengiriman Barang
- Dampak Perubahan Iklim, Produksi Kakao Indonesia Turun Signifikan
- Relawan Muda dan PGE Karaha Kenalkan Energi Panas Bumi ke Siswa di Tasikmalaya
Ia menjelaskan, dampak nyata dari peningkatan suhu ini terlihat pada Gunung Jayawijaya di Papua. Puncak gunung yang dikenal memiliki lapisan es abadi kini hanya tersisa sekitar 4 meter persegi.
“Tanda-tanda yang ada adalah Gunung Jayawijaya di Papua telah kehilangan tingkat ketebalan,” kata Diaz.
Dia juga mengungkapkan temuan riset internasional yang memperkuat kondisi tersebut.
“Terdapat juga sebuah penelitian yang ditemukan di New Jersey yang mengatakan bahwa di Indonesia, suhu menjadi sangat panas,” tuturnya.
Menurut hasil penelitian itu, tiga kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Semarang, dan Makassar mendapat penilaian Indeks Panas Level 3, atau kategori kawasan industri panas.
“Mendapat penilaian atau skor Indeks Panas Level 3, yang dimaksud kawasan industri panas di Jakarta, Semarang, dan Makassar,” tambahnya.
Diaz menegaskan bahwa fenomena ini akan terus berlanjut bila tidak ada tindakan nyata untuk menekan emisi dan penggunaan energi fosil.
“Dan saya pikir, ini akan berlanjut jika kita tidak melakukan apa-apa. Jadi, terdapat banyak alasan, tentu saja, karena kita masih menggunakan hal-hal yang kita gunakan sekarang, seperti listrik, dan bangunan di mana kita berada, perusahaan, produksi, dan bahan bakar,” ungkapnya.
