Studi: Pemanis Rendah Kalori Bisa Percepat Penuaan Otak

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Mengganti gula dengan pemanis rendah kalori kerap dipilih banyak orang untuk mengelola berat badan. Namun, sebuah studi terbaru mengungkap bahwa konsumsi berlebihan produk pemanis pengganti gula justru dapat berdampak buruk bagi kesehatan otak.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology pada awal September ini menemukan, orang yang mengonsumsi enam jenis pemanis buatan dalam jumlah tinggi mengalami penurunan kemampuan berpikir dan daya ingat yang cukup signifikan. Penurunan tersebut bahkan lebih besar dibandingkan mereka yang hanya mengonsumsi pemanis dalam jumlah sedikit.
Lebih lanjut, studi ini mengungkap bahwa konsumsi tinggi pemanis rendah kalori dapat membuat otak tampak 1,6 tahun lebih tua.
“Tapi, hasilnya bukan berarti seseorang akan langsung mengalami masalah ingatan setelah konsumsi minuman berpemanis tersebut,” ujar salah satu penulis studi dari Sao Paulo University, Brasil, Claudia Kimie Suemoto, melansir Health pada Kamis (2/10).
Meski begitu, penelitian menegaskan bahwa orang yang sering mengonsumsi pemanis rendah kalori berisiko mengalami percepatan penuaan otak. Dalam jangka panjang, hal ini bisa meningkatkan kemungkinan penurunan fungsi kognitif lebih dini.
Baca Juga:
- Indonesia Butuh Rp45,4 Triliun untuk Genjot Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
- MIND ID Dorong Ekonomi Sirkuler Lewat Pemberdayaan Masyarakat
- Laporan EEA: Krisis Iklim Makin Parah, Ekonomi Eropa di Ujung Tanduk
Studi ini menganalisis data dari 12.722 orang dewasa Brasil dengan rata-rata usia 52 tahun. Partisipan diminta mengisi kuesioner terkait kebiasaan makan dan minum mereka dalam setahun terakhir. Para peneliti kemudian melacak tujuh pemanis rendah atau tanpa kalori yang umum digunakan, yaitu: aspartam, sakarin, xylitol, eritritol, sorbitol, tagatose, dan acesulfam K.
Peserta dibagi ke dalam tiga kategori konsumsi, yaitu rendah (20 mg/hari), sedang (66 mg/hari), dan tinggi (191 mg/hari). Selama delapan tahun, mereka menjalani berbagai tes kognitif.
Hasilnya, kelompok konsumsi tinggi mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir 62 persen lebih cepat, serta penurunan kemampuan verbal 173 persen lebih cepat dibandingkan kelompok konsumsi rendah. Sementara itu, kelompok konsumsi sedang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir 35 persen lebih cepat, serta kemampuan verbal menurun 110 persen lebih cepat. Menariknya, efek ini hanya terlihat pada partisipan berusia di bawah 60 tahun.