Pakar: Lebah Madu Bisa Jadi Detektor Alami Kesehatan Lingkungan

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Guru Besar Departemen Biologi IPB University, Prof Dr Rika Raffiudin, mengungkapkan bahwa lebah madu memiliki potensi besar sebagai bioindikator atau “detektor” alami bagi kesehatan lingkungan.
“Lebah madu dapat mendeteksi pencemaran melalui berbagai indikator biologis,” ujarnya dilansir laman IPB University, Selasa (19/8).
Ketika lingkungan tercemar, lebah madu menunjukkan sejumlah perubahan yang mudah diamati. Salah satu tanda paling jelas adalah meningkatnya jumlah lebah yang mati setelah mengonsumsi molekul berbahaya dari udara atau tanaman di sekitarnya.
“Bioindikator lainnya adalah cairnya sebagian lilin sarang sebagai penanda peningkatan suhu berkepanjangan, keberadaan pestisida dan logam berat dalam madu atau produk lebah lainnya, dan penurunan ukuran koloni lebah,” paparnya.
Selain berfungsi sebagai bioindikator, lebah madu juga memiliki peran penting dalam ekosistem.
“Lebah madu merupakan salah satu makhluk paling menakjubkan. Mereka hidup dalam koloni yang terorganisasi dan memiliki kerja sama antar individunya menjadi inspirasi bagi manusia,” jelas Prof Rika.
Baca Juga:
- JMFW 2026 Hadirkan Modest Fashion Inklusif, Bawa UMKM ke Panggung Dunia
- PGN Dorong Pemberdayaan Masyarakat Lewat Bank Sampah di Bandung
- Penelitian: Hutan Amazon Bisa Hilang dalam 100 Tahun Akibat Perubahan Iklim
Selain menghasilkan produk bernilai seperti madu, lilin, royal jelly, serbuk sari, propolis, dan venom lebah, lebah madu juga menjadi penyerbuk utama yang meningkatkan produktivitas berbagai tanaman hortikultura.
Namun, urbanisasi dan meningkatnya polusi telah mengganggu keseimbangan ekosistem, termasuk keberadaan penyerbuk seperti lebah. Prof Rika menegaskan pentingnya lebah sebagai bioindikator untuk mengukur degradasi lingkungan, perubahan iklim, serta dampak pemanasan global.
“Penelitian Duque and Steffan-Dewenter yang dipublikasi di Frontiers in Ecology and the Environmental menunjukkan bahwa polutan atmosfer, termasuk emisi kendaraan bermotor, dapat mengganggu kemampuan lebah dalam mengenali senyawa organik volatil (Volatile Organic Compound/VOC) dari bunga,” jelasnya.
VOC merupakan komponen penting dalam interaksi ekologis antara serangga dan tanaman. Melalui uji pengondisian penciuman, lebah dilatih untuk mengenali profil VOC seperti linalool, dipentena, mirsen, dan geranium. Hasil penelitian menunjukkan lebah membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenali VOC yang telah tercemar emisi knalpot, sekaligus lebih cepat melupakannya.
“Polusi udara terbukti mengubah pengenalan dan daya ingat lebah terhadap VOC bunga, yang pada akhirnya dapat mengurangi efisiensi mereka dalam mencari nektar dan serbuk sari,” jelasnya.
Temuan tersebut memperkuat peran lebah madu sebagai alat monitoring alami terhadap kualitas lingkungan. Hal ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya menjaga kualitas udara serta habitat alami serangga penyerbuk.