Menuju Indonesia Emas, BMKG Perkuat Peran Strategis Hadapi Iklim Ekstrem

Jakarta, sustainlifetoday.com – Dalam rangka Hari Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Nasional (HMKGN) ke-78, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkuat peran strategisnya menghadapi krisis iklim dan risiko bencana yang semakin kompleks. Melalui pengembangan sistem peringatan dini berbasis teknologi dan kolaborasi lintas sektor, BMKG mendorong ketangguhan bangsa sekaligus mendukung agenda besar Indonesia Emas 2045.
“Bencana memang makin sering terjadi. Namun, jika kita melihat keseluruhan waktu kehidupan, peristiwa tersebut hanya terjadi pada nol-koma-sekian persen saja. Sementara di 99 persen sisa waktu yang ada,” ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, Senin (21/7).
Menurut Dwikorita, situasi krisis ini justru menjadi peluang mempercepat transformasi keberlanjutan, dengan pengelolaan lingkungan berbasis sains dan aksi kolektif sebagai kuncinya.
Salah satu gebrakan BMKG adalah pengembangan Earthquake Early Warning System (EEWS), sistem peringatan dini gempa berbasis hitung mundur. Saat ini, EEWS tengah diuji di empat provinsi rawan gempa: DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.
Baca Juga:
- Memahami Kehidupan hingga Kondisi Arktik Terkini dari Film “Sore: Istri dari Masa Depan”
- Gawat! Matcha Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim
- LRT Jabodebek Tawarkan Mobilitas Rendah Emisi di Tengah Krisis Iklim
“Sistem ini memberi waktu 5–10 detik sebelum guncangan keras datang. Ini sangat penting, terutama untuk menyelamatkan siswa di sekolah, penumpang di stasiun, rumah sakit, dan tempat berkumpul lainnya. Lima detik pun sangat berharga untuk menghindari korban,” jelas Daryono, Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.
Selain gempa, BMKG juga mengembangkan Meteorology Early Warning System (MEWS) untuk memprediksi cuaca harian ekstrem hingga 10 hari ke depan secara presisi — bahkan sampai tingkat kelurahan. Sementara sistem Climate Early Warning System (CEWS) menyediakan prakiraan iklim jangka menengah dan panjang untuk sektor penting seperti pertanian, perikanan, energi, dan sumber daya air.
“Lewat teknologi ini, para petani dan nelayan bisa merencanakan produksi dengan lebih akurat. Bahkan di beberapa wilayah, hasil panen meningkat berkat informasi iklim yang lebih tepat guna,” ungkap Ardhasena Sopaheluwakan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG.
Tak hanya inovasi teknologi, BMKG juga fokus pada peningkatan literasi masyarakat melalui program edukatif seperti Sekolah Lapang Iklim (SLI), MOSAIC, BMKG Goes to School, dan kerja sama dengan komunitas lokal dan pemerintah daerah.
Tema HMKGN tahun ini, “Peringatan Dini untuk Semua, Aksi Dini oleh Semua,” menegaskan pentingnya sinergi nasional dalam menghadapi krisis iklim dan bencana secara inklusif.
“Transformasi BMKG bukan hanya soal digitalisasi, tapi membangun sistem yang membuat semua pihak bisa bertindak sebelum bencana datang. Aksi dini ini yang akan menyelamatkan kita, sekaligus memperkuat fondasi menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Dwikorita.