Industri Data Center Terancam Risiko Iklim, Potensi Kerugian Capai Miliaran Dolar?

Jakarta, sustainlifetoday.com — Industri data center global menghadapi ancaman kerugian miliaran dolar akibat dampak perubahan iklim yang memicu cuaca ekstrem, demikian temuan laporan terbaru berjudul 2025 Global Data Centre Physical Climate Risk and Adaptation yang dirilis oleh XDI Systems, lembaga analisis risiko iklim.
Laporan ini mengevaluasi hampir 9.000 pusat data yang beroperasi maupun dalam tahap perencanaan di seluruh dunia. Delapan jenis bahaya iklim dianalisis, termasuk banjir, badai tropis, kebakaran hutan, dan banjir pesisir jangka panjang (inundation). Hasilnya, pusat-pusat data di wilayah seperti New Jersey, Hamburg, Shanghai, Tokyo, Hong Kong, Moskva, Bangkok, dan Hovestaden termasuk dalam 20 wilayah dengan risiko tertinggi hingga 2050. Sekitar 20% hingga 64% fasilitas di wilayah tersebut diperkirakan menghadapi tingkat risiko fisik yang tinggi pada pertengahan abad ini.
Wilayah Asia Pasifik, yang saat ini mengalami pertumbuhan tercepat dalam pembangunan pusat data, juga tercatat sebagai kawasan paling rentan. Pada 2025, lebih dari 1 dari 10 pusat data di kawasan ini sudah tergolong berisiko tinggi. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 1 dari 8 pada 2050.
Baca Juga:
- Hujan di Musim Kemarau Jadi Alarm Krisis Iklim, Greenpeace Kritik Pemerintah
- Wali Kota Palembang Dorong UMKM Gunakan Kemasan Ramah Lingkungan
- PBB Rilis Daftar 48 Perusahaan yang Terlibat dalam Krisis di Gaza
Laporan tersebut memperingatkan bahwa tanpa investasi segera dalam pengurangan emisi dan adaptasi fisik, biaya asuransi pusat data bisa melonjak hingga tiga atau empat kali lipat pada 2050.
“Pusat data adalah mesin senyap dari ekonomi global. Namun seiring semakin sering dan parahnya peristiwa cuaca ekstrem, struktur fisik yang menopang dunia digital kita semakin rentan,” ujar pendiri XDI, Dr Karl Mallon.
“Ketika begitu banyak hal bergantung pada infrastruktur kritis ini, dan sektor ini berkembang secara eksponensial, operator, investor, dan pemerintah tidak bisa hanya menunggu dan melihat.”
Di Inggris, laporan ini menganalisis 369 pusat data, jumlah tertinggi ketiga setelah AS dan Tiongkok. London, yang memiliki 82 pusat data dan dilindungi oleh sistem seperti Thames Barrier, menempati peringkat ke-83 dalam penilaian risiko. Namun, kawasan Berkshire yang memiliki 48 fasilitas justru lebih berisiko. Hampir 1 dari 10 fasilitas di sana sudah masuk kategori risiko tinggi, terutama akibat banjir air permukaan. Berkshire menempati peringkat ke-33 secara global, dan risiko kerusakan infrastrukturnya diperkirakan lebih dari dua kali lipat pada 2100.
Laporan XDI menekankan bahwa adaptasi struktural saja tidak cukup. Ketergantungan pusat data pada infrastruktur eksternal seperti jalan, pasokan energi, dan jaringan komunikasi yang juga rentan membuat risiko keseluruhan tetap tinggi. Oleh karena itu, kombinasi antara adaptasi fisik dan dekarbonisasi dinilai esensial untuk melindungi infrastruktur digital yang menopang perekonomian dunia.