Hujan Deras Masih Terjadi di Musim Kemarau, Ini Penjelasan BMKG

JAKARTA, Sustainlifetoday.com – Memasuki bulan Juli yang secara klimatologis seharusnya menjadi awal musim kemarau, hujan lebat justru masih terus mengguyur sejumlah wilayah Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut anomali curah hujan ini telah berlangsung sejak awal Mei dan masih menunjukkan intensitas tinggi di lebih dari separuh wilayah tanah air.
Hingga akhir Juni, setidaknya 53 persen wilayah Indonesia masih mengalami hujan di atas normal, meliputi Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Kalimantan dan Sulawesi, hingga Maluku dan Papua. Bahkan, hujan ekstrem tercatat di Stasiun Geofisika Deli Serdang (142 mm) dan Stasiun Meteorologi Rendani, Papua Barat (103 mm) pada 2 Juli 2025.
Fenomena ini disebabkan oleh kombinasi dinamika atmosfer, lemahnya Monsun Australia, serta aktivitas sistem atmosfer intra-musiman seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby Ekuator, dan gelombang Kelvin. Kelembaban udara yang tinggi dan suhu muka laut yang hangat juga memperkuat pembentukan awan hujan.
“Kondisi ini dipicu oleh dinamika atmosfer yang masih aktif, meski MJO berada di fase yang biasanya kurang mendukung hujan,” ungkap BMKG dalam keterangan resminya, Senin (7/6).
BMKG mengingatkan bahwa cuaca ekstrem tetap perlu diwaspadai, terutama di wilayah yang rentan terhadap banjir dan longsor. Perubahan pola musim ini menjadi sinyal penting tentang ketidakpastian iklim, sekaligus panggilan untuk memperkuat mitigasi dan adaptasi berbasis ekosistem, khususnya dalam sektor pertanian, tata kelola air, dan pengelolaan bencana.
Potensi Gangguan dan Imbauan BMKG
BMKG juga memantau adanya sirkulasi siklonik di Samudra Hindia dan Samudera Pasifik yang turut membentuk zona konvergensi di sejumlah wilayah seperti Laut Jawa, Laut Flores, dan Sulawesi Tengah.
Baca Juga:
- DPR dan Pemerintah Beda Pandangan Soal Insentif Kendaraan Listrik
- Studi: Peduli Lingkungan Jadi Alasan Utama Masyarakat Indonesia Beli Kendaraan Listrik
- Sering Diabaikan, Puntung Rokok Ternyata Jadi Masalah bagi Lingkungan
Meski bibit siklon tropis 98W di sekitar Pulau Luzon tidak berdampak langsung pada Indonesia, kehadirannya turut memicu peningkatan angin kencang di kawasan regional.
Masyarakat diminta untuk meningkatkan kesiapsiagaan, terutama menghadapi risiko hujan disertai petir, angin kencang, dan gelombang tinggi. Di tengah cuaca yang kian tak menentu, penguatan sistem peringatan dini dan edukasi publik soal iklim menjadi krusial.
“Meski sebagian wilayah Indonesia telah memasuki kemarau, kewaspadaan tetap diperlukan karena atmosfer masih sangat dinamis,” tegas BMKG.
Fenomena cuaca yang tidak sesuai pola musiman ini kembali menggarisbawahi pentingnya transisi menuju sistem pembangunan dan konsumsi yang lebih berkelanjutan, serta upaya kolektif dalam mengatasi krisis iklim yang semakin nyata.