WWF Indonesia dan KLH Perkuat Kolaborasi Tangani Pencemaran dan Perubahan Iklim
Jakarta, sustainlifetoday.com — WWF Indonesia menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam upaya memperkuat penanganan isu pencemaran dan perubahan iklim di Indonesia.
Penandatanganan kerja sama ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat kebijakan nasional dan aksi nyata di tingkat masyarakat, khususnya di bidang lingkungan hidup.
Anggota Dewan Pembina WWF Indonesia, Najelaa Shihab, menyebut kerja sama tersebut bertujuan memperkuat sinergi antara kebijakan pemerintah dan gerakan para pegiat lingkungan.
“Terutama dalam konteks penanganan pencemaran dan perubahan iklim,” kata Najelaa dalam acara A Multi-Stakeholder Dialogue: Plastic, Climate and Biodiversity Nexus Forum di Jakarta Selatan, Selasa (28/10).
Selain menggandeng KLH, WWF Indonesia juga bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam program pengelolaan dan pengurangan sampah plastik. Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan kota terhadap dampak lingkungan.
“Kerja sama ini lagi-lagi merupakan salah satu bukti bahwa kemajuan dan pemecahan masalah hanya bisa dicapai melalui kolaborasi,” tutur Najelaa.
Sementara itu, CEO WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, menjelaskan bahwa WWF telah mengkaji dampak sampah plastik terhadap keanekaragaman hayati dan krisis iklim. Hasilnya kemudian diwujudkan melalui program Plastic Smart Cities, yang berfokus pada pengurangan kebocoran plastik ke alam.
Baca Juga:
- Penelitian: 55 Persen Mikroplastik di Udara Berasal dari Pembakaran Sampah
- DBS Dorong Pembiayaan Berkelanjutan sebagai Solusi Krisis Iklim Global
- Kemendes Dorong Pengembangan Pewarna Alami Sebagai Potensi Ekonomi Hijau
“Melalui program ini, kami bertekad untuk mengurangi kebocoran plastik ke alam dengan cara mendukung kerja-kerja pengurangan sampah plastik melalui mitra-mitra kami,” ucap Aditya.
Menurutnya, dunia kini tengah menghadapi Triple Planetary Crisis, yakni pencemaran lingkungan, perubahan iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Sejak 2019, WWF telah meluncurkan kampanye No Plastic in Nature dan mengimplementasikan proyek Plastic Smart Cities di Indonesia untuk mendorong penerapan ekonomi sirkular dalam pengelolaan sampah.
“Kami mendukung penuh target pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk mengelola sampah plastik dan sangat mengapresiasi langkah kebijakan yang dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup dalam penanganan sampah dan penegakan hukumnya, serta langkah inovasi mengatasi tingginya timbulan sampah saat ini,” papar Aditya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisal Nurofiq, menegaskan bahwa krisis lingkungan saat ini bukan persoalan yang sederhana.
“Krisis polusi plastik, perubahan iklim, dan penurunan keanekaragaman hayati membentuk satu kesatuan tantangan yang membutuhkan solusi terintegrasi dan kolaborasi,” kata Hanif.
Ia menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) untuk mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam penerapan ekonomi hijau, termasuk skema Extended Producer Responsibility (EPR) yang menuntut produsen mengelola limbahnya sendiri.
“EPR kita masih bersikap sukarela akhirnya sampah plastik kita tidak tertangani sama sekali. Hampir 17-20 persen sampah nasional adalah sampah plastik yang tidak bisa terurai, yang akhirnya kalau dibakar menimbulkan problem dioksin dan furan, kalau kita biarkan menimbulkan problem mikroplastik,” ungkapnya.
