Warga RI Susah Cari Kerja, Menkeu Purbaya Ungkap Biang Keroknya

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti persoalan serius dalam sistem keuangan Indonesia. Ia mengungkap bahwa sekitar Rp425 triliun dana pemerintah mengendap di Bank Indonesia (BI) tanpa dimanfaatkan untuk mendukung perputaran ekonomi nasional.
Menurut Purbaya, kondisi ini menjadi salah satu penyebab sulitnya masyarakat mencari pekerjaan dalam beberapa tahun terakhir.
“Sistem finansial kita agak kering, makanya ekonominya melambat, makanya dalam 1-2 tahun terakhir orang susah cari kerja dan lain-lain, karena ada kesalahan kebijakan di situ, moneter dan fiskal,” kata Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (10/9).
Untuk mengatasi hal tersebut, ia berencana menarik Rp200 triliun dari total dana yang mengendap di BI, dengan restu Presiden Prabowo Subianto. Dana itu akan ditempatkan di bank swasta agar bisa diputar kembali ke sektor riil melalui kredit, sehingga membuka lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Saya taruh di bank saja dalam bentuk rekening pemerintah di bank. Saya enggak ada apa-apa, jaminan uang saja. Tapi kan bank enggak akan mendiamkan uang itu, itu ada cost-nya. Dia akan terpaksa mencari return yang lebih tinggi dari cost-nya,” jelasnya.
Baca Juga:
- Dipanggil Presiden Prabowo, Menhut: Bahas Isu Hutan dan Konservasi Gajah
- IPCM Catat Pertumbuhan Pendapatan 19,25%, Terus Perkuat Komitmen ESG
- Medco Energi Pasang 1.500 Panel Surya, Kurangi Emisi Hingga 934 Ton per Tahun
“Di situlah mulai pertumbuhan kredit tumbuh. Jadi, saya memaksa market mekanisme berjalan dengan memberi senjata ke mereka. Jadi, memaksa perbankan berpikir lebih keras untuk bekerja supaya dapat return yang tinggi,” tambah Purbaya.
Purbaya juga menyebut telah meminta BI untuk tidak kembali menyerap uang yang dipindahkan pemerintah ke perbankan. Menurutnya, langkah ini perlu dukungan moneter agar kebijakan fiskal berjalan efektif.
Purbaya menekankan bahwa pengendapan dana pemerintah bukan hal baru. Hal serupa pernah terjadi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ketika pertumbuhan uang beredar (M0) bahkan sempat stagnan.
“Begitu 2020 saya diminta bantu, saya kaget, ‘Kenapa begini Pak (Jokowi)? Bapak bangun apa-apa mati-matian pun enggak bisa, karena mesin ekonomi kita pincang’. Hanya pemerintah yang jalan, sedangkan 90 persen berhenti atau diperlambat,” cerita Purbaya.
Menurutnya, lambatnya pertumbuhan uang beredar berkontribusi besar pada melemahnya ekonomi domestik. Hal itu juga memicu keresahan sosial, termasuk demonstrasi besar-besaran beberapa waktu lalu.
“Real sector susah, semuanya susah, keluar tagline #IndonesiaGelap. Kita semua menunjuk ini gara-gara global, padahal ada kebijakan dalam negeri yang salah juga, yang utamanya mengganggu kita karena 90 persen perekonomian kita di-drive oleh domestic demand,” ucapnya.
Dengan rencana mengalihkan dana pemerintah ke perbankan swasta, Purbaya berharap ekonomi bisa kembali bergerak dinamis. Bila langkah ini berhasil, strategi tersebut akan direplikasi dalam skala lebih besar.
Langkah ini juga menegaskan pentingnya tata kelola fiskal yang tidak hanya efisien, tetapi juga berpihak pada penciptaan lapangan kerja, stabilitas sosial, dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.