Krisis Iklim, Jepang Terancam Kehilangan Musim Semi dan Gugur di Masa Depan
 
                                                                    
                                                                Jakarta, sustainlifetoday.com — Jepang tengah menghadapi konsekuensi nyata dari krisis iklim global. Tahun 2025 tercatat sebagai musim panas terpanas sepanjang sejarah, menandai perubahan drastis pada pola cuaca yang selama ini dikenal stabil. Para ilmuwan memperingatkan, negeri empat musim ini bisa kehilangan musim semi dan gugurnya dalam waktu dekat.
Data Badan Meteorologi Jepang (JMA) menunjukkan suhu rata-rata nasional meningkat 2,36 derajat Celsius di atas normal, lonjakan tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 1898. Di Isesaki, Prefektur Gunma, suhu bahkan mencapai 41,8°C pada 5 Agustus, rekor panas baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Fenomena ekstrem ini tidak berhenti di musim panas. Hingga Oktober, suhu tinggi masih bertahan di banyak wilayah. DW melaporkan bahwa pada Minggu (19/10), suhu mencapai 35°C di Kagoshima, sementara lebih dari 30 wilayah lain memecahkan rekor suhu Oktober.
“Penyebab paling mendasar dari peningkatan suhu ini adalah pemanasan global,” ujar Yoshihiro Iijima, Profesor Klimatologi, Universitas Metropolitan Tokyo.
Menurut Iijima, peningkatan suhu laut di Samudra Pasifik dan Laut Jepang menciptakan kelembapan ekstrem yang memerangkap panas di daratan. Situasi ini membuat Jepang semakin rentan terhadap gelombang panas berulang.
Laporan resmi dari Panel Penasihat untuk Peristiwa Iklim Ekstrem (JMA) juga memperkuat temuan tersebut.
Baca Juga:
- PalmCo Tegaskan Komitmen Jaga Keanekaragaman Hayati Lewat Pengelolaan Kawasan HCV
- Sinar Mas Tegaskan Komitmen Ekonomi Hijau di IISF 2025
- Refleksi Setahun KLH, Menteri LH Komitmen Percepat Transformasi Tata Kelola Lingkungan
“Rekor suhu tinggi yang tercatat di sekitar Jepang tahun ini tidak mungkin tercapai tanpa efek dari pemanasan global,” tulis laporan panel itu.
Dalam analisis tren jangka panjang, JMA menyebut lonjakan suhu di Jepang kini jauh melampaui proyeksi dari tiga dekade terakhir. Selama tiga tahun berturut-turut (2023–2025), Jepang terus mencatat rata-rata suhu musim panas tertinggi dalam sejarah.
Sementara itu, riset Profesor Yoshihiro Tachibana dari Universitas Mie menunjukkan bahwa musim panas di Jepang kini berlangsung tiga minggu lebih lama dibandingkan empat dekade lalu.
“Kenaikan suhu laut di sekitar Jepang terjadi dua hingga tiga kali lebih cepat dari rata-rata global,” jelas Tachibana.
“Arus Kuroshio membawa air hangat dari Samudra Pasifik tropis ke wilayah Jepang, mempercepat pemanasan,” lanjutnya.
Akibat perubahan ekstrem ini, Jepang berpotensi hanya memiliki dua musim dalam 30 tahun ke depan.
“Jika tren ini berlanjut tanpa intervensi nyata, dalam 30 tahun ke depan Jepang bisa menjadi negara dengan hanya dua musim,” tambah Tachibana.

 
                                                                     
                                                                    