Afghanistan Minta Dilibatkan dalam COP30, Taliban: Kami Korban Krisis Iklim

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemerintah Taliban menyerukan agar Afghanistan dilibatkan secara penuh dalam pembicaraan iklim global. Dalam pernyataan terbarunya, kepala Badan Perlindungan Lingkungan Nasional Afghanistan, Matiul Haq Khalis, menegaskan bahwa negaranya sangat terdampak oleh krisis iklim meskipun memiliki kontribusi nyaris nol terhadap emisi global.
“Kekeringan, kelangkaan air, menyusutnya lahan subur, banjir bandang, dan ancaman terhadap ketahanan pangan memberikan dampak yang mendalam terhadap kehidupan masyarakat dan perekonomian,” ujar Khalis dalam konferensi di Kabul, Selasa (29/7).
Meskipun sempat hadir sebagai pengamat dalam COP29 tahun lalu di Azerbaijan, Taliban kini menuntut agar Afghanistan diberi hak penuh untuk berpartisipasi dalam COP30 yang akan digelar di Brasil akhir tahun ini. Khalis menilai, sebagai negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Afghanistan berhak menyampaikan suara dan tuntutan dalam forum global.
Baca Juga:
- Embun Es Selimuti Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Wisatawan Diimbau Waspada
- PLN Gandeng Alfamart Bangun Jaringan SPKLU Nasional
- Dukung Ekosistem Sungai, BRI Peduli dan Sungai Watch Revitalisasi Tukad Badung
“Sebagai korban perubahan iklim, Afghanistan berhak hadir di forum-forum global, terutama di COP30, untuk menyuarakan kerusakan yang telah dialaminya,” tambahnya.
Laporan terbaru dari PBB menunjukkan bahwa wilayah Afghanistan mengalami kekeringan parah, curah hujan di bawah rata-rata, serta suhu di atas normal sepanjang Juni 2025. Kondisi ini memperburuk produktivitas pertanian, terutama gandum tadah hujan, yang menjadi sumber pangan utama masyarakat pedesaan.
Fenomena cuaca ekstrem seperti banjir bandang yang lebih awal dan lebih intens juga telah melanda berbagai wilayah sejak Mei lalu. Situasi ini memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah terjadi sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada 2021.
Meski menghadapi banyak tantangan, Afghanistan memiliki potensi besar dalam sektor energi terbarukan. Menurut Khalis, negara tersebut menyimpan cadangan energi angin dan surya yang belum tergarap maksimal, dan sangat membutuhkan kolaborasi global.
“Kami telah menyiapkan rencana aksi nasional untuk menghadapi perubahan iklim dan akan memperbarui target-target iklim kami,” kata Khalis.
Namun, status politik Afghanistan yang belum diakui secara luas, kecuali oleh Rusia, menjadi hambatan besar dalam mengakses dukungan pendanaan iklim dan teknologi rendah karbon dari dunia internasional.