DPR Dorong Pajak Karbon Masuk Strategi Penerimaan Negara pada 2026

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong pemerintah untuk segera menerapkan instrumen pajak baru seperti pajak karbon dan pajak digital sebagai strategi mengoptimalkan penerimaan negara pada 2026.
Menurut Anggota DPR Fraksi Nasdem, Ratih Megasari Singkarru, perluasan basis pajak ini penting untuk mencapai target pendapatan negara sebesar Rp 3.147,7 triliun pada 2026. Strategi tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan tetap menjaga iklim usaha dan daya beli masyarakat.
“Upaya ini tidak hanya dilakukan melalui intensifikasi pajak konvensional, tetapi juga dengan penerapan instrumen baru seperti pajak karbon untuk mendukung transisi energi hijau serta digital tax guna merespons pertumbuhan pesat ekonomi digital,” ucap Ratih dalam rapat paripurna di Gedung DPR pada Selasa (19/8).
Dalam rancangan APBN 2026, pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp 3.147,7 triliun. Terdiri dari target penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.692 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 455 triliun, dan hibah Rp 700 miliar.
Baca Juga:
- Greenpeace: Kemerdekaan Tak Bermakna Jika Masyarakat Adat dan Lingkungan Diabaikan
- Sampah Perayaan HUT RI Capai 79 Ton, DLH DKI Jakarta Kerahkan 1.800 Petugas
- Gandeng Perguruan Tinggi, KLH: Kebijakan Lingkungan Harus Punya Dasar Ilmiah
Ratih menekankan, target pendapatan negara ini selaras dengan kebutuhan menjaga ketahanan fiskal serta ruang pembiayaan pembangunan nasional. Pemerintah mengalokasikan belanja negara sebesar Rp 3.786,5 triliun dalam RAPBN 2026, dengan defisit ditargetkan 2,48% terhadap produk domestik bruto.
“Perluasan basis pajak diharapkan dapat mendorong peningkatan tax ratio secara bertahap, sementara penguatan kepatuhan berbasis data dan teknologi akan memperbaiki efektivitas administrasi,” kata Ratih.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah tidak akan melakukan manuver ekstrem untuk mencapai target penerimaan pajak. Ia menyebut kenaikan target 13,5% akan dicapai melalui reformasi internal dan optimalisasi pengawasan kepatuhan wajib pajak, bukan dengan menciptakan pajak baru.
“Dengan pertumbuhan sebesar 13,5%, kebijakan pajak masih akan mengikuti undang-undang yang ada. Pertanyaannya apakah akan ada pajak baru? tidak, tetapi lebih kepada reformasi di internal,” ujar Sri Mulyani.