Regulasi ESG Jadi Kunci Pengurangan Emisi di Industri Konstruksi

Jakarta, sustainlifetoday.com — Sektor konstruksi diam-diam menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia. Dalam forum ESG Integration in Construction yang diadakan pada 31 Juli 2025, Subkhan, Ketua Forum QHSE BUMN Konstruksi, menegaskan bahwa tanpa regulasi yang kuat, upaya mengurangi jejak karbon di sektor ini akan sulit tercapai.
“Data menunjukkan bahwa sektor konstruksi merupakan salah satu penyumbang polusi terbesar, namun regulasi terkait emisi karbon masih terbatas,” ujar Subkhan dalam forum tersebut.
Ia menekankan perlunya balance antara insentif dan penalti dalam kebijakan untuk mendorong industri agar lebih patuh.
“Industri harus dipaksa melalui regulasi yang jelas dan terukur,” tambahnya.
Subkhan juga membagikan berbagai strategi yang sudah dan sedang diterapkan oleh pelaku konstruksi untuk menekan emisi karbon. Mulai dari penggunaan energi terbarukan seperti pemasangan solar panel, recharging air tanah, hingga pemanfaatan alat berat bertenaga listrik.
Baca Juga:
- PPATK Bekukan Rekening Tak Aktif, Ini Penjelasan BNI dan BCA
- Wamen LH: Kebijakan Lingkungan Harus Berbasis Sains, Bukan Dorongan Politis
- Bahlil: Pemerintah akan Dorong PLTU Ramah Lingkungan
Namun, pendekatan teknis saja tidak cukup. Menurutnya, perubahan harus dimulai sejak tahap perencanaan, dengan desain yang aktif dan sadar lingkungan.
“Pemilihan material, metode kerja, hingga peralatan MEP harus mendukung prinsip green building. Misalnya, penggunaan lampu sensor otomatis, ventilasi alami, dan pencahayaan matahari sebagai sumber utama,” jelasnya.
Di tengah tantangan tersebut, implementasi ESG dalam konstruksi mulai diposisikan bukan sebagai beban, tapi sebagai peluang.
“Kita dorong agar ESG transforming in cost to cash, dari beban biaya menjadi value creator. Ini tentang menjadikan tantangan sebagai peluang untuk menciptakan efisiensi dan inovasi,” ujar Subkhan.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi SDM. “Sistem sebagus apa pun, kalau SDM-nya belum siap, implementasi ESG bisa naik-turun. Harus ada cost-benefit yang terukur dan bisa dimonetisasi,” jelasnya.
Selain kontribusi terhadap lingkungan dan sosial, ESG kini menjadi syarat penting dalam akses pendanaan global. Menurut Subkhan, penerapan prinsip Net Zero Emission bukan hanya urusan reputasi atau kepatuhan, tetapi menjadi jalan untuk membuka pintu investasi.
“Ke depan, ESG akan menjadi item mandatory dalam pembiayaan global. Ini adalah cara kita memperkuat hubungan dengan masyarakat, menjaga kualitas proyek, sekaligus membuka peluang baru untuk pertumbuhan,” tutupnya.