Perubahan Iklim Ubah Rasa dan Kualitas Nutrisi Susu Sapi

Jakarta, sustainlifetoday.com — Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada cuaca ekstrem dan krisis pangan, namun juga memengaruhi aspek yang lebih subtil seperti rasa susu sapi. Hal ini terungkap dalam studi yang dipublikasikan dalam Journal of Dairy Science oleh para peneliti dari Université Clermont Auvergne, Prancis.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perubahan pola makan sapi akibat degradasi padang rumput yang semakin kering karena suhu tinggi dan kekeringan berkepanjangan telah berdampak langsung pada rasa dan kandungan gizi susu. Alih-alih mengonsumsi rumput alami, sapi kini lebih banyak diberi pakan alternatif seperti jagung dan konsentrat.
“Jika perubahan iklim berlangsung seperti saat ini, kita akan merasakan dampaknya terhadap rasa keju dan produk susu lainnya,” ujar Matthieu Bouchon, peneliti utama studi tersebut, dikutip dari Science News (1/8).
Dalam studi tahun 2021 tersebut, dua kelompok sapi diamati: satu mengonsumsi rumput segar, dan satu lagi mengonsumsi pakan tambahan. Hasilnya menunjukkan bahwa susu dari sapi pemakan jagung memiliki rasa yang cenderung lebih hambar, kurang gurih, dan tidak sekompleks susu dari sapi yang memakan rumput alami.
Baca Juga:
- PPATK Bekukan Rekening Tak Aktif, Ini Penjelasan BNI dan BCA
- Studi: Bumi Punya Musim-Musim Baru Akibat Perubahan Iklim
- Bahlil: Pemerintah akan Dorong PLTU Ramah Lingkungan
Tak hanya soal rasa, perubahan ini juga berdampak pada nilai gizi. Susu dari sapi pemakan rumput mengandung lebih banyak asam lemak omega-3 dan asam laktat, yang penting bagi kesehatan jantung dan sistem pencernaan. Sementara itu, pakan berbasis jagung menurunkan kandungan lemak dan protein yang dibutuhkan dalam produksi susu berkualitas tinggi.
Dampak serupa dilaporkan di berbagai wilayah, termasuk Brasil. Gustavo Abijaodi, seorang peternak sapi perah, mengungkapkan bahwa suhu panas menyebabkan penurunan signifikan dalam kualitas susu.
“Kami menghadapi banyak masalah dengan kandungan protein dan lemak dalam susu karena suhu panas. Kalau kami bisa menstabilkan dampak panas, sapi akan menghasilkan susu yang lebih baik dan bergizi,” jelasnya.
Suhu ekstrem juga memengaruhi perilaku makan sapi. Karena sapi menghasilkan panas saat mencerna, suhu lingkungan yang tinggi mendorong sapi untuk mengurangi konsumsi makanannya demi menurunkan suhu tubuh. Hal ini membuat produksi susu menurun, baik dari segi volume maupun kualitas.
“Proses ini bisa berujung pada penurunan daya tahan tubuh, membuat hewan lebih rentan terkena penyakit,” tambah Marina Danes, pakar peternakan dari Universitas Federal Lavras, Brasil.
Dengan demikian, perubahan iklim membawa dampak jangka panjang terhadap kualitas pangan dari sektor peternakan, yang tidak hanya dirasakan oleh produsen, namun juga konsumen. Rasa susu yang berubah menjadi indikator nyata dari krisis iklim yang kini menyentuh ranah-ranah paling mendasar dari rantai pangan.