BMKG Dorong Literasi Iklim untuk Generasi Muda

Jakarta, sustainlifetoday.com – Di tengah tantangan krisis iklim global, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan peran penting komunikasi publik dalam membangun literasi iklim di kalangan generasi muda. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Humas BMKG, Akhmad Taufan Maulana, dalam sesi edukasi iklim untuk para peserta Paskibraka Tingkat Pusat 2025 di Pusdiklat Wiladatika, Depok, yang diadakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Taufan menjelaskan bahwa kehumasan BMKG tidak lagi sekadar menyampaikan data cuaca, tetapi harus mampu menerjemahkan informasi sains menjadi narasi yang relevan, membumi, dan mampu mendorong aksi nyata. “Ini bukan soal saya, ini soal kita semua. Soal masa depan Indonesia lima puluh tahun ke depan,” tegasnya.
Mengutip data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Dampaknya nyata di Indonesia: kekeringan meluas, salju abadi di Puncak Jaya Papua terus menyusut, dan risiko ketahanan pangan kian meningkat. BMKG mencatat bahwa fenomena-fenomena ini membutuhkan respons komunikasi yang tak hanya informatif tapi juga inspiratif.
Baca Juga:
- Unila Jadikan Konservasi Anggrek Sebagai Pilar Green Campus
- Pemprov Kaltim dan YKAN Kolaborasi Perkuat Konservasi Hutan dan Laut
- BUMN Pengelola Nuklir Kolaps, Asetnya akan Dialihkan ke BRIN
Taufan juga menyampaikan bahwa fenomena iklim ekstrem seperti La Niña bisa menjadi peluang jika dikelola dengan tepat, seperti peningkatan curah hujan untuk wilayah tadah hujan dan pertanian. Namun, ia mengingatkan bahwa pemanfaatan potensi iklim harus disertai kesiapsiagaan terhadap risikonya.
Dalam pemaparannya, BMKG menekankan bahwa generasi muda bukan hanya target edukasi, tapi juga harus menjadi motor penggerak aksi iklim. Lewat kampanye digital, infografis, dialog interaktif, hingga media sosial, BMKG terus membangun jembatan antara data ilmiah dan kesadaran publik.
“Kesadaran tanpa tindakan itu percuma. Tapi tindakan tanpa pengetahuan juga berbahaya. Maka keduanya harus jalan beriringan,” ujar Taufan dilansir laman BMKG, Kamis (24/7).
Ia juga menyoroti ironi keseharian masyarakat yang masih konsumtif, seperti penggunaan AC berlebih, yang justru menyumbang emisi karbon cukup besar. Solusinya, menurut BMKG, adalah kombinasi antara gaya hidup berkelanjutan, efisiensi energi, dan pembangunan rendah karbon.
Kegiatan ini bukan hanya ajang seremoni edukatif, tapi menjadi bagian dari strategi komunikasi iklim BMKG yang menyasar perubahan pola pikir. Dengan melibatkan komunitas dan pendekatan lokal, BMKG ingin membangun ekosistem masyarakat yang sadar risiko dan siap beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Melalui pendekatan yang kolaboratif dan berbasis data, BMKG mengajak generasi muda untuk aktif mengambil peran dalam membentuk masa depan Indonesia yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim.