Studi: Panas Ekstrem Picu Krisis Kesehatan Mental

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Peningkatan suhu akibat perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan dan kesehatan fisik, tetapi juga memengaruhi kesejahteraan mental masyarakat dunia. Studi terbaru menganalisis lebih dari 1,2 miliar unggahan media sosial dari 157 negara sepanjang 2019 dan menemukan bahwa cuaca panas ekstrem membuat ekspresi emosi manusia menjadi lebih negatif.
“Data media sosial memberikan jendela yang belum pernah ada sebelumnya untuk memahami emosi manusia di seluruh budaya dan benua,” kata Jianghao Wang dari Chinese Academy of Sciences.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ketika suhu melebihi 35°C, nada tulisan di media sosial menjadi lebih negatif. Negara berpendapatan rendah mencatat kenaikan nada negatif hingga 25 persen, sedangkan negara kaya hanya sekitar 8 persen.
Menurut Yichun Fan dari Sustainable Urbanization Lab dan Duke University, ketimpangan adaptasi menjadi faktor utama.
Baca Juga:
- Tambang Ilegal Rugikan Negara Rp300 Triliun, Prabowo Siapkan Langkah Tegas
- PKS Nilai SAF Pertamina Jadi Langkah Penting Transisi Energi Penerbangan
- Kapasitas Pembangkit Energi Terbarukan Pertamina NRE Tumbuh 14 Persen di 2025
“Orang di negara berpendapatan rendah dan menengah mengalami penurunan suasana hati akibat panas ekstrem tiga kali lebih besar dibandingkan negara kaya. Hal ini menegaskan pentingnya memasukkan adaptasi dalam proyeksi dampak perubahan iklim di masa depan,” jelasnya.
Pemimpin studi, Siqi Zheng dari MIT, menambahkan bahwa isu ini lebih luas daripada sekadar ekonomi atau kesehatan fisik.
“Penelitian kami mengungkap bahwa suhu yang terus naik tidak hanya mengancam kesehatan fisik atau produktivitas ekonomi, tetapi juga memengaruhi perasaan orang, setiap hari, di seluruh dunia,” katanya.
Untuk mengukur emosi, peneliti menggunakan kecerdasan buatan BERT (Bidirectional Encoder Representations from Transformers) yang menganalisis nada emosional unggahan di Twitter dan Weibo dalam 65 bahasa. Data kemudian dipetakan ke hampir 3.000 lokasi di dunia dan dibandingkan dengan kondisi cuaca setempat.
Hasil pemodelan iklim memperkirakan bahwa, bahkan dengan adaptasi, kesejahteraan emosional global akan menurun sekitar 2,3 persen akibat panas ekstrem pada akhir abad ini.
“Jelas sekarang bahwa cuaca memengaruhi emosi dalam skala global. Saat iklim terus berubah, membantu individu menjadi lebih tangguh terhadap guncangan emosional akan menjadi bagian penting dari adaptasi sosial,” tegas Nick Obradovich dari Laureate Institute for Brain Research.
Meski penelitian ini memiliki keterbatasan, karena data media sosial tidak sepenuhnya mewakili semua kelompok usia seperti anak-anak dan lansia, para peneliti menilai dampak emosional akibat panas ekstrem kemungkinan lebih parah dari yang terukur.
Penelitian ini merupakan bagian dari Global Sentiment Project di MIT’s Sustainable Urbanization Lab.
“Kami berharap sumber ini membantu peneliti, pembuat kebijakan, dan masyarakat mempersiapkan diri menghadapi dunia yang lebih panas,” kata Zheng.