Pemerintah Pulihkan Habitat Gajah Sumatera yang Rusak akibat Perambahan Sawit
Jakarta, sustainlifetoday.com — Upaya pelestarian satwa dilindungi kembali menjadi sorotan setelah Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki meninjau langsung kawasan habitat gajah yang rusak akibat perambahan perkebunan sawit di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, Selasa (4/11).
Kunjungan difokuskan di Bentang Alam Sebelat, tepatnya di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Desa Lubuk Talang, Kecamatan Malin Deman. Kawasan ini merupakan salah satu kantong utama gajah Sumatera yang kini menghadapi ancaman serius akibat ekspansi perkebunan ilegal.
Kedatangan Wamen menjadi respons atas laporan masyarakat mengenai maraknya perambahan hutan yang merugikan manusia dan satwa liar, terutama gajah dan harimau.
“Komitmen Kemenhut yakni menjaga hutan di Indonesia sesuai arahan presiden. Sejak Januari kami melakukan 44 operasi pengamanan. Dua puluh satu kasus sudah dinyatakan P-21,” ujar Rohmat dikutip Kompas, Rabu (5/11).
Menurutnya, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sebelumnya telah menertibkan sawit ilegal seluas 3,4 juta hektare, tambang ilegal di Taman Nasional Gunung Halimun, Mandalika, serta tambang pasir di Merapi, bekerja sama dengan kepolisian.
Pada Minggu (2/11), Kemenhut melalui Gakkumhut Sumatera bersama Balai Besar Taman Nasional Kerinci Sebelat (BBTNKS), BKSDA, dan Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu menindaklanjuti laporan perambahan di HPT Lebong Kandis, Hutan Produksi (HP) Air Rami, dan Bentang Sebelat.
“Ada lima titik koordinat perambahan, baik di HP, HPT, maupun sebagian kecil di TNKS,” kata Rohmat.
Pada 31 Oktober 2025, tim TNKS menemukan pembukaan lahan sekitar empat hektare di perbatasan HPT Lebong Kandis dan TNKS.
“Di wilayah TNKS yang dirambah kami temukan kotoran gajah liar,” tambahnya.
Baca Juga:
- Bobibos, BBM Ramah Lingkungan Karya Anak Bangsa Resmi Diperkenalkan
- PGN Gagas Dorong Transisi Energi Bersih Lewat Penguatan Ekosistem Kendaraan BBG
- Pembiayaan Berkelanjutan BSI Tembus Rp73,6 Triliun di Kuartal III 2025
Rohmat menjelaskan bahwa di Bentang Sebelat saat ini teridentifikasi 25 ekor gajah, termasuk sepuluh gajah jinak di Taman Wisata Alam Sebelat, lima gajah di HP Air Teramang, HPT Air Ipuh 1 dan 2, serta enam gajah liar di konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan PT Bentara Arga Timber (BAT).
“Total tersisa 25 ekor. Namun kami merasa senang karena masih ditemukan tiga anak gajah yang dikawal dua gajah dewasa. Ini menandakan gajah liar masih berkembang biak,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa instruksi presiden dan menteri kehutanan sangat jelas: mengamankan kawasan hutan yang menjadi kantong gajah di Indonesia, termasuk di Sebelat.
“Ada dua puluh dua kantong gajah di Sumatera, termasuk di Sebelat. Kawasan ini harus kita amankan dan pulihkan agar populasinya bertambah,” lanjut Rohmat.
Sebagai langkah lanjutan, pemerintah akan memperkuat pengawasan dan melakukan penguasaan kembali kawasan yang dirambah, salah satunya dengan membangun pos pengamanan dan pemantauan baru.
“Nantinya akan dibuat pos pengamanan dan pemantauan di hutan yang dirambah,” katanya.
Pemerintah juga meminta perusahaan yang beroperasi di sekitar kawasan untuk ikut bertanggung jawab.
“Semua pihak wajib berkontribusi dalam pemulihan habitat gajah. Kami sudah memanggil PT API dan PT BAT untuk dievaluasi dan diklarifikasi. Mereka juga wajib berkontribusi,” ujar Rohmat.
“PT API dan PT BAT wajib mengamankan kawasan bersama kami. Mereka harus menyiapkan SDM dan pos pengamanan untuk memulihkan ekosistem. Lima belas tahun mereka sudah manfaatkan hasil hutan sesuai izin yang kami berikan,” tutupnya.
