Pandangan Baru Bill Gates Soal Krisis Iklim Tuai Kritik dari Kalangan Pakar
Jakarta, sustainlifetoday.com — Pandangan terbaru Bill Gates soal perubahan iklim memicu kritik dari kalangan ilmuwan dan pakar. Pendiri Microsoft itu kini menilai krisis iklim bukanlah ancaman eksistensial bagi umat manusia, berbanding terbalik dengan peringatannya di masa lalu.
“Meski perubahan iklim akan membawa konsekuensi serius, terutama bagi masyarakat di negara-negara termiskin, ini takkan menyebabkan kehancuran umat manusia,” tulis Gates dalam blog terbarunya.
Gates menyebut, dunia perlu mengalihkan fokus dari semata-mata membatasi kenaikan suhu global menjadi memerangi kemiskinan dan mencegah penyakit. Menurutnya, dua isu tersebut lebih berdampak langsung bagi kesejahteraan manusia.
“Jika diberi pilihan antara memberantas malaria dan peningkatan pemanasan global sepersepuluh derajat, saya akan memilih yang pertama. Saya akan membiarkan suhu naik 0,1 derajat untuk memberantas malaria. Orang-orang tidak memahami penderitaan yang ada saat ini,” tambah Bill Gates.
Namun pernyataan itu justru menuai kritik luas dari para ilmuwan. Mereka menilai Gates meremehkan keterkaitan antara perubahan iklim dan penderitaan manusia, khususnya di negara-negara miskin yang ia sebut ingin bantu.
Baca Juga:
- Menuju COP30, Indonesia Siap Tunjukkan Kepemimpinan Iklim Global
- Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan dan Ekonomi, KLH Ingatkan Dampaknya
- KLH Revitalisasi Pusat Studi Lingkungan untuk Perkuat Tata Kelola Berkelanjutan di Daerah
Ilmuwan kesehatan masyarakat dan iklim Universitas Washington, Kristie Ebi, menilai pandangan Gates terlalu menyederhanakan kompleksitas krisis iklim global.
“Gates mengemukakan hanya satu variabel yang berubah, yakni penerapan teknologi hijau untuk mengekang perubahan iklim. Ia menilainya mustahil,” ujarnya dikutip pada Senin (3/11).
Sementara profesor ekonomi dari Universitas Columbia, Jeffrey Sachs, bahkan menyebut pernyataan Gates tidak berguna dan membingungkan.
“Tidak ada alasan membandingkan pengurangan kemiskinan dengan transformasi iklim. Keduanya sangat mungkin dan mudah dilakukan, jika lobi perusahaan minyak besar dikendalikan,” katanya.
Ilmuwan iklim Universitas Stanford, Chris Field, juga menegaskan pentingnya tidak mengorbankan aksi iklim jangka panjang demi prioritas jangka pendek.
“Namun, kita juga harus berinvestasi untuk jangka panjang dan jangka pendek. Masa depan jangka panjang yang cerah bergantung pada penanganan perubahan iklim dan dukungan terhadap pembangunan manusia,” ujarnya.
Bagi banyak pengamat, sikap baru Gates menunjukkan pergeseran fokus dari urgensi iklim menuju pragmatisme pembangunan manusia. Namun di tengah krisis iklim yang kian terasa, sebagian pihak menilai, narasi semacam ini berisiko melemahkan dorongan global untuk bertindak cepat.
