Momentum Musim Hujan, Kementan dan BMKG Dorong Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Jakarta, sustainlifetoday.com — Kementerian Pertanian (Kementan) memanfaatkan momentum puncak musim hujan untuk memperluas area tanam dan memastikan ketersediaan pasokan pangan nasional tetap aman.
Puncak musim hujan diperkirakan berlangsung pada November 2025 hingga Februari 2026, dengan intensitas curah hujan normal hingga di atas normal di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini dinilai sebagai peluang penting bagi sektor pertanian untuk memperkuat sistem pangan yang tangguh dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan, Moch Arief Cahyono, menyampaikan bahwa sinergi data iklim dengan kebijakan tanam presisi menjadi kunci untuk menjaga stabilitas produksi pangan.
“Kementerian Pertanian menilai prediksi dan langkah mitigasi yang dilakukan BMKG merupakan bentuk sinergi ilmiah yang sangat strategis bagi pembangunan pertanian nasional,” ucap Arief dikutip pada Senin (3/11).
Melalui informasi iklim yang akurat, lanjutnya, pemerintah dapat menyusun kalender tanam nasional berbasis cuaca dan memastikan distribusi sarana produksi pertanian tepat waktu.
“Kami berterima kasih kepada BMKG atas data dan dukungan ilmiah yang menjadi dasar kebijakan tanam presisi di lapangan,” tuturnya.
Arief menambahkan, dengan dukungan data iklim yang solid serta kolaborasi antara BMKG, BNPB, dan Kementan, Indonesia optimistis dapat menjadikan musim hujan bukan sebagai tantangan, melainkan peluang menuju kedaulatan pangan yang berkelanjutan.
Baca Juga:
- Menuju COP30, Indonesia Siap Tunjukkan Kepemimpinan Iklim Global
- Pemulihan Lingkungan di Cikande, 22 Pabrik Tercemar Cs-137 Selesai Didekontaminasi
- KLH Revitalisasi Pusat Studi Lingkungan untuk Perkuat Tata Kelola Berkelanjutan di Daerah
Sebelumnya, BMKG menjelaskan kondisi atmosfer saat ini menunjukkan penguatan Monsun Asia, anomali suhu muka laut positif, dan peningkatan uap air di atmosfer, tiga faktor yang mendorong curah hujan tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia.
“Kondisi suhu muka laut yang lebih hangat meningkatkan penguapan dan memperkaya uap air di atmosfer. Hal ini menjamin pasokan air permukaan melimpah, yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk irigasi pertanian dan pengisian waduk,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Jumpa Pers Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Puncak Musim Hujan 2025/2026 di Jakarta, Sabtu (1/11).
Dwikorita menegaskan, air hujan melimpah dapat menjadi fondasi produktivitas pertanian jika dikelola secara tepat.
Ia menjelaskan, curah hujan berperan penting dalam tiga hal: mengisi waduk dan saluran irigasi untuk dua hingga tiga musim tanam berikutnya; menjaga keberlanjutan sawah tadah hujan; serta meningkatkan luas tanam dan frekuensi panen di daerah berindeks pertanaman rendah.
Sebagai langkah adaptif, BMKG bersama BNPB mengintensifkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengatur distribusi curah hujan agar lebih merata dan mengurangi potensi ekstrem di wilayah padat penduduk.
“Kami memberikan informasi, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan aksi dini. Dengan sinergi ini, berkah air hujan yang melimpah dapat diubah menjadi panen raya,” ujar Dwikorita.
Menurut data BMKG, OMC yang dilakukan di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan DIY menunjukkan hasil positif: menekan risiko banjir dan menjaga lahan pertanian dari genangan berlebih, sehingga proses tanam dan panen tetap optimal.
Langkah terpadu antara Kementan, BMKG, dan BNPB ini menjadi contoh nyata bagaimana pendekatan berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor dapat memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus mendukung agenda pembangunan berkelanjutan.
