Microsoft Borong Kredit Karbon, tapi Jejak Emisinya Makin Membengkak

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Perusahaan teknologi global kini tercatat lebih aktif di pasar kredit karbon dibandingkan perusahaan minyak maupun maskapai penerbangan. Fenomena ini mencerminkan ambisi iklim raksasa teknologi di tengah meningkatnya kebutuhan energi pusat data untuk mendukung perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Salah satunya adalah Microsoft, yang kini tercatat sebagai pembeli kredit karbon terbesar di dunia dengan volume lebih dari 30 juta ton setara karbon dioksida.
Namun, catatan emisi karbon perusahaan tersebut menunjukkan ironi. Dalam empat tahun terakhir, jejak karbon Microsoft justru melampaui skenario jalur netral karbon yang ditetapkan, seiring lonjakan konsumsi listrik hingga 12 kali lipat sejak 2012.
Baca Juga:
- Menteri LH Soroti Limbah dari Program Makan Bergizi Gratis
- Ekonomi Global Tidak Stabil, Pemerintah Malaysia Justru Turunkan Harga BBM
- Laporan WEF: Krisis Iklim Bisa Bikin Dunia Rugi Rp23.000 Triliun!
Mengutip Bloomberg, penggunaan kredit karbon untuk mencapai target pengurangan emisi sekaligus memastikan integritasnya diperkirakan akan menjadi isu utama dalam pertemuan iklim COP30 di Brasil, November mendatang.
Emisi Scope 1 Microsoft saat ini masih berada di luar jalur netral karbon berdasarkan model Paris Aligned Benchmark. Bahkan, proyeksi 2025 menunjukkan potensi kenaikan lebih lanjut setelah hanya turun tipis pada 2024. Target pengurangan emisi gas rumah kaca yang tertinggal menjadi catatan merah dalam transisi perusahaan.
Sementara itu, konsumsi listrik Microsoft meningkat hampir tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir dan melonjak hampir 12 kali lipat sejak 2012. Meski penggunaan energi terbarukan juga naik, emisi CO2 tetap menunjukkan tren kenaikan.
Pendiri Microsoft, Bill Gates, tetap mendorong kerja sama internasional dalam memerangi perubahan iklim, termasuk melalui pembelian kredit karbon atau verified emission reduction certificates untuk mendukung pencapaian target keberlanjutan.
Namun, laporan mengenai praktik greenwashing serta penyelidikan atas penyalahgunaan pasar karbon telah merusak kredibilitas industri ini. Proyek-proyek karbon yang mencakup hutan, laut, maupun perkotaan pun kini dituntut transparansi lebih tinggi.
Sebagai respons, lembaga pengatur seperti Integrity Council for the Voluntary Carbon Market tengah menyusun metodologi proyek karbon yang lebih ketat, serta memberikan cap kualitas bernama Core Carbon Principles untuk meningkatkan kepercayaan pasar.