Kolaborasi Infrastruktur Jaringan Kunci pada COP30 untuk Dorong Transisi Energi
Jakarta, sustainlifetoday.com — Seiring persiapan global menuju COP30, perhatian kini tertuju pada kebutuhan mendesak untuk memperkuat infrastruktur jaringan listrik (grid) sebagai tulang punggung transisi ke energi terbarukan. Tanpa jaringan yang memadai, lonjakan kapasitas pembangkit hijau bisa terhambat.
Menurut laporan terbaru dari International Renewable Energy Agency (IRENA), jaringan listrik global saat ini masih tertinggal dalam hal kapasitas dan fleksibilitas untuk menyerap energi bersih secara besar-besaran.
“Dengan melakukan investasi lebih besar, kita akan mengirim sinyal kuat ke pasar. jaringan adalah tulang punggung transisi energi dan kunci untuk mencapai target tiga kali lipat kapasitas terbarukan yang terpasang pada 2030,” ungkap Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera, dikutip dari edie
Pernyataan tersebut menyoroti bahwa jaringan listrik tidak hanya soal menghantarkan listrik, tetapi juga tentang menghubungkan pembangkit-terbarukan yang semakin tersebar dengan konsumen secara fleksibel dan andal. Investasi yang diperlukan disebut mencapai ratusan miliar dolar per tahun agar integrasi energi hijau dapat berjalan lancar.
Baca Juga:
- Bill Gates: Perubahan Iklim Tidak akan Mengakhiri Umat Manusia
- Bahlil: Penerapan Biodiesel dan Etanol Ciptakan Lapangan Kerja
- BRIN Kembangkan WoodPlastic, Inovasi Plastik Ramah Lingkungan dari Serbuk Kayu
Di Indonesia sendiri, tantangan ini sangat relevan. Meskipun pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk energi terbarukan dan pengurangan emisi, efektivitasnya sangat tergantung pada seberapa cepat dan seberapa baik infrastruktur jaringan listrik nasional diperkuat, termasuk mengintegrasikan sumber energi baru, penyimpanan energi, dan fleksibilitas operasional antar wilayah.
Karenanya, COP30 diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat komitmen investasi dan kerjasama lintas negara dalam pengembangan jaringan listrik. Negara-negara dan sektor swasta diminta tidak hanya melakukan pemasangan pembangkit hijau, tetapi juga memastikan bahwa jaringan yang menyalurkannya bisa menangani tantangan skala besar, variabilitas sumber energi terbarukan, serta perubahan permintaan listrik.
Dengan demikian, transisi energi yang hijau dan adil bukan hanya soal menambah pembangkit terbarukan, tetapi soal membangun infrastruktur sistemik yang menyokongnya secara menyeluruh. Saat ini, investasi dan kolaborasi dalam jaringan listrik bukan opsi — melainkan keharusan untuk mewujudkan masa depan energi bersih.
