Diduga Selewengkan Keahlian, TA Cagar Budaya Diadukan ke 3 Instansi

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Puluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI) menggeruduk tiga instansi sekaligus, Jumat (26/9). Pertama, Kementerian Kebudayaan. Dari sini mereka menuju Badan Sertifikasi Nasional Profesi (BNSP). Terakhir, berlabuh di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ada hal menarik yang mereka suarakan. Mereka meminta agar sertifikat profesi atas nama Nadia Purwestri, ST sebagai Tenaga Ahli (TA) Cagar Budaya segera dicabut.
“Kami duga masalah Ibu Nadia Purwestri sangat kompleks. Banyak aturan yang dilanggar, penyalahgunaan wewenang, melanggar etika profesi dan lain-lain. Ada apa dengan Ibu Nadia yang kami duga selalu merekomendasikan produk luar negeri dan menyudutkan produk dalam negeri pada pengerjaan proyek Pemerintah? Seharusnya Ibu Nadia sebagai Tenaga Ahli Cagar Budaya mendukung produk dalam negeri sesuai Perpres No. 46 Tahun 2025 tentang penggunaan produk dalam negeri,” kata Hafiz, koordinator lapangan dilansir dari Improvement.
Setelah hampir satu jam berorasi, mereka diterima oleh pihak kementerian untuk menyerahkan berkas pengaduan.
Berkas itu diserahkan Wiranto, Ketua Umum JMHI dan diterima oleh Jefy dari bagian Humas Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).
Wiranto menegaskan agar berkas yang mereka serahkan secepatnya diproses dan dikaji oleh pihak Kemenbud.
“Berkas kami terima dan akan kami serahkan ke bagian yang berwenang. Kami ucapkan terimakasih atas pengaduan yang dilakukan oleh teman-teman JMHI,” kata Jefy.
‘Paksakan’ Penggunaan Produk Asing
Dari Kemenbud, mereka bergerak menuju kantor pusat Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Di sini mereka kembali berorasi menyampaikan suara yang sama. Setelah berorasi, perwakilan JMHI diterima pihak BNSP.
“BNSP melisensi LSP untuk mengeluarkan Sertifikat Kompetensi Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB). Kami minta BNSP berkordinasi dengan LSP untuk menindaklanjuti pengaduan kami dalam rangka mencabut Sertifikasi Kompetensi TA CB atas nama ibu Nadia Purwestri, ST,” tegas Wiranto di BNSP.
Baca Juga:
- Kepatuhan Reklamasi Tambang Naik Jadi 72 Persen, ESDM: Bukan Sekadar Administrasi
- Topan Ragasa Porak-Porandakan Asia, BMKG Ingatkan Dampaknya ke Indonesia
- Balas Sindiran Donald Trump, PBB: Dunia Tetap Melaju ke Energi Bersih
Saat beraudiensi dengan perwakilan BNSP, Wiranto menjelaskan alasan melakukan pengaduan. Dikatakan, sebagai tenaga ahli seharusnya Nadia Purwestri memberikan rekomendasi terbaik bagi bangsa dan negara atas keahliannya di bidang cagar budaya.
Namun yang terjadi, katanya, Nadia justru terus merekomendasikan penggunaan produk asing dalam pemugaran bangunan cagar budaya. Padahal, berdasarkan penelitian dan kajian timnya, produk asing yang direkomendasikan itu terbukti tidak bertahan lama.
“Alih-alih melestarikan bangunan cagar budaya yang merupakan warisan leluhur, produk itu justru berpotensi merusak bangunan cagar budaya yang berusia ratusan tahun. Penggunaan material yang tidak tepat selain berpotensi merusak bangunan cagar budaya juga berimbas pada pembengkakan biaya. Dan itu berarti berpotensi merugikan keuangan negara,” katanya.
Ia mencontohkan beberapa proyek pemugaran bangunan cagar budaya yang terkesan dipaksakan menggunakan produk asing. Yaitu pemugaran gedung AA Maramis, Benteng Van De Bosch, Gedung A8A Fort Willem I (benteng Pendem) Ambarawa, renovasi Museum Bahari.
Wiranto menyampaikan ke pihak BNSP bahwa produk yang selalu di rekomendasikan Nadia Purwestri tidak bertahan lama dan selalu mengalami kerusakan.
“Sudah ada aturan yang menegaskan bahwa dalam pengerjaan proyek pemerintah, produk yang di utamakan adalah produk lokal bukan produk luar negeri. Ibu Nadia selalu mengistimewakan produk asal Jerman (Keim),” kata Wiranto di BNSP.
Perwakilan BNSP menerima dokumen pengaduan dari JMHI dan berjanji akan segera menindaklanjuti pengaduan tersebut.
“Kami terima berkasnya, dan segera kami kaji dan tindaklanjuti serta berkordinasi dengan Lembaga Sertifikasi Profesi bidang Kebudayaan,” kata pihak BNSP.
Dugaan Gratifikasi
Setelah dari BNSP, massa JMHI bergerak menuju Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di komisi antirasuah ini mereka menyuarakan dugaan gratifikasi yang dilakukan Nadia pada beberapa proyek pemugaran bangunan cagar budaya. Karena itu mereka mendesak KPK untuk segera melakukan pemanggilan terhadap Nadia Purwestri, ST.
JMHI mengaku memiliki banyak bukti tentang dugaan praktik tak elok yang selama ini dilakukan Nadia dalam proyek-proyek pemugaran bangunan cagar budaya.
“Kami tidak mungkin menggelar parlemen jalanan apabila tidak memiliki bukti-bukti yang lengkap dan valid, Pak,” kata Wiranto saat dihubungi Improvement melalui sambungan telepon, Jumat (26/9/2025) malam.
Mengomentari aksi JMHI ini, Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Pengembangan, Pembinaan, dan Pemanfaatan Budaya Kemenbud Judi Wahjudin mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari aduan tersebut.
“Kami terima pengaduan teman-teman dari JMHI. Akan kami pelajari terlebih dahulu. Ini aduan pertama dari masyarakat terkait sertifikat kompetensi di bidang cagar budaya,” katanya.