Demonstrasi Tinggalkan Luka untuk Fasilitas Publik dan Ruang Terbuka Hijau

Jakarta, sustainlifetoday.com — Aksi demonstrasi yang dimulai dari Senin (25/8) di depan gedung DPR/MPR semakin memanas usai insiden tragis meninggalnya seorang pengemudi ojek online yang tertabrak kendaraan taktis Brimob pada Kamis (28/8).
Akibatnya, aksi yang awalnya hanya berlangsung di depan gedung DPR berubah menjadi gelombang demonstrasi besar yang menyebar ke berbagai daerah hingga Minggu (31/8). Selain korban jiwa, kericuhan itu meninggalkan kerusakan serius pada fasilitas umum dan ruang publik, khususnya di Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia.
Kerusakan paling besar terlihat pada sistem transportasi massal. Sebanyak 22 halte Transjakarta rusak akibat gelombang demonstrasi dan kericuhan yang terjadi di Jakarta pekan lalu. Beberapa di antaranya dibakar dan dijarah di tengah demonstrasi. Dari 22 halte Transjakarta yang rusak, ada 6 halte yang terbakar.
“Kemudian ada 16 halte Transjakarta yang dirusak dan kemudian dilakukan coret-coret vandalisme dan sebagainya,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung seusai rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah atau Forkopimda di Balai Kota Jakarta pada Senin (1/9).
Dampak ini langsung terasa bagi warga. Puluhan ribu pengguna transportasi massal terpaksa beralih ke kendaraan pribadi atau ojek daring, dimana akan berdampak ke polusi yang akan meningkat hingga perbaikan infrastruktur transportasi umum rampung.
Baca Juga:
- Pemerintah Janji Investigasi Kasus Ojol Tewas Terlindas Rantis Brimob
- Pertamina Pastikan SPBU di Jakarta Tetap Beroperasi di Tengah Aksi Demonstrasi
- Serikat Pekerja Angkutan Indonesia hingga Koalisi Ojol Kutuk Tragedi Ojol Tewas Terlindas Rantis Brimob
Pramono mengatakan perkiraan kerugian material akibat perusakan infrastruktur mencapai setidaknya Rp 55 miliar. Jumlah tersebut termasuk kerusakan di fasilitas mass rapid transit (MRT), halte Transjakarta, serta kamera pengawas atau closed-circuit television (CCTV) dan infrastruktur lainnya di Jakarta.
Pemulihan Dilakukan Bertahap
Menyadari vitalnya transportasi publik, Pemprov DKI bergerak cepat. Pramono menegaskan bahwa perbaikan menjadi prioritas. “Segera kita perbaiki, itu tetap menjadi tanggung jawab pemerintah Jakarta untuk segera memperbaiki, membersihkan,” katanya.
Sebagai langkah darurat, Pemprov DKI memberlakukan tarif Rp 1 untuk MRT dan TransJakarta selama delapan hari agar masyarakat tetap dapat mengakses transportasi umum meski dengan keterbatasan layanan.
Dampak Aksi di Daerah Lain
Kerusakan serupa juga terjadi di kota-kota lain. Di Pontianak, demonstrasi penolakan kenaikan tunjangan DPR berubah rusuh dan menyebabkan perusakan pagar kantor gubernur serta fasilitas publik, termasuk pembakaran di Bundaran Digulis.
Sementara itu, di Bandung, masyarakat membakar rumah dinas MPR dan pagar Gedung DPRD serta merusak water barrier dan videotron di sekitar lokasi demo .
Demonstrasi di kawasan Surakarta (Solo) tak kalah parah: pagar markas Brimob dan kantor DPRD dibakar habis, api baru padam pada dini hari. Pot-pot tanaman di kawasan Manahan, serta fasilitas publik lain juga dirusak saat massa beraksi. Makassar juga menyaksikan eskalasi kekerasan. Gedung DPRD Sulsel dibakar, beberapa kendaraan juga terbakar dan dilaporkan terjadi korban jiwa.
Taman Kota dan Ruang Terbuka Hijau Juga Terdampak
Meski belum semua kerusakan terinventarisasi, laporan warga menunjukkan bahwa taman-taman kota di sekitar DPR/MPR ikut terdampak. Rumput dan pepohonan muda rusak akibat massa yang berdesakan, sementara sampah plastik dan puing sisa aksi menumpuk di jalur pedestrian.
Fasilitas publik yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) ini memiliki peran krusial, yaitu menyerap karbon, mengurangi suhu panas, dan menahan limpasan air hujan. Ketika taman rusak, fungsi ekologis kota melemah.
Sayangnya, kerusakan taman kerap luput dari sorotan, padahal pemulihannya membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan sekadar mengecat pagar atau mengganti lampu jalan.
Infrastruktur transportasi massal dan taman kota sendiri adalah elemen kunci untuk mengurangi polusi, mengendalikan banjir, dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi warga. Ketika keduanya hancur, upaya transisi menuju kota yang lebih hijau dan berkelanjutan pun mundur beberapa langkah.
Kerusakan halte membuat ribuan orang kembali menggunakan kendaraan pribadi, menambah polusi udara. Sementara taman yang rusak kehilangan fungsi ekologisnya, dari penyerapan karbon hingga penurunan suhu. Ditambah timbunan sampah dari aksi massa, beban pengelolaan lingkungan Jakarta semakin berat.