BNPB: Karhutla di Enam Provinsi Prioritas Berhasil Terkendali hingga Puncak Kemarau

Jakarta, sustainlifetoday.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memastikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam provinsi prioritas berhasil terkendali hingga awal Agustus, bertepatan dengan periode puncak kemarau di Indonesia. Enam wilayah tersebut meliputi Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
“Keberhasilan ini dicapai berkat operasi terpadu yang melibatkan teknologi modifikasi cuaca, pengerahan armada pesawat untuk patroli dan penyiraman air dari udara, juga satuan tugas darat,” kata Kepala BNPB Suharyanto, Rabu (13/8).
Setiap provinsi memiliki pusat komando yang diisi perwakilan tenaga ahli dari BNPB, BMKG, TNI, Polri, Kementerian Kehutanan di daerah, serta para kepala daerah untuk memastikan respons cepat terhadap titik api.
“Skemanya begini, begitu terdeteksi titik api maka wajib semua langsung diverifikasi lewat patroli udara, lalu ditentukan langkah penanganan, apakah cukup oleh satuan tugas darat atau perlu operasi modifikasi cuaca dan water bombing,” jelasnya.
Baca Juga:
- Green SM Ajak Anak Muda Dapat Cuan dari Konten Peduli Bumi, Ini Caranya
- Pakar: Melepas Kucing ke Alam Liar Bisa Picu Krisis Ekosistem dan Kesehatan
- Pertamina Perluas Distribusi Pertamax Green 95, Dorong BBM Ramah Lingkungan
Suharyanto menyebut penerapan skema tersebut efektif menurunkan kasus karhutla. Di Riau, penambahan luas lahan terbakar hanya 2,5 hektare dalam sepekan terakhir, dengan 55 terduga pelaku pembakaran ditangkap. Sementara di Kalimantan Barat, yang sebelumnya mencatatkan luas area terdampak terluas yakni 1.149 hektare, tidak ada penambahan titik api selama sepekan terakhir.
BNPB juga meminta penambahan personel TNI dan Polri untuk mengingatkan warga agar tidak membuka lahan dengan cara dibakar atau menyalakan api di dekat lahan gambut yang rentan terbakar. Siaga penuh akan tetap dipertahankan di seluruh provinsi prioritas hingga akhir musim kemarau yang diperkirakan berakhir pada akhir September.
“Kami ingin memastikan kondisi tetap terkendali dan dampak terhadap kesehatan, lingkungan, serta ekonomi bisa ditekan,” pungkas Suharyanto.