BMKG: Agustus Puncak Kemarau, Namun Curah Hujan Diprediksi Meningkat

Jakarta, sustainlifetoday.com — Bulan Agustus identik sebagai puncak musim kemarau di Indonesia. Namun tahun ini, pola cuaca menunjukkan anomali. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan justru akan meningkat di sejumlah wilayah selama sepekan ke depan, bahkan di tengah meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Dalam Prospek Cuaca Mingguan periode 29 Juli–4 Agustus 2025, BMKG mencatat sejumlah dinamika atmosfer yang mendorong potensi pembentukan awan hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi ini terjadi meskipun satelit Himawari-9 pada 28 Juli pukul 10.00 WIB masih menangkap sebaran asap di wilayah Kalimantan Barat.
BMKG juga mendeteksi titik panas dengan tingkat kepercayaan tinggi pada 27 Juli, masing-masing 3 titik di Sumatera, 11 titik di Kalimantan, dan 1 titik di Jawa.
“Hal ini menunjukkan adanya indikasi potensi kebakaran hutan atau lahan yang signifikan di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan,” tulis BMKG dalam laporannya.
Meski begitu, hujan lebat telah terjadi di wilayah seperti Sumatra Barat, Riau, Jawa Barat, Kalimantan Utara, dan Papua Barat Daya dalam periode 25–27 Juli. Intensitas hujan di Sumatera dan Jawa pun diprediksi meningkat dibanding pekan sebelumnya.
BMKG menyebut bahwa potensi hujan saat ini didukung oleh kondisi atmosfer yang labil, baik dari faktor skala lokal hingga regional. Di level global, indikator seperti ENSO dan Dipole Mode masih tergolong netral, namun nilai Southern Oscillation Index (SOI) yang positif (+7.5) menunjukkan adanya aliran massa udara dari Pasifik yang memperkaya uap air di kawasan timur Indonesia.
Baca Juga:
- Isu Lingkungan Jadi Alat Geopolitik, Indonesia Harus Waspada
- Studi: Bumi Punya Musim-Musim Baru Akibat Perubahan Iklim
- Bahlil: Pemerintah akan Dorong PLTU Ramah Lingkungan
Pantauan Outgoing Longwave Radiation (OLR) dan dinamika gelombang atmosfer, termasuk gelombang Kelvin dan Rossby juga menambah aktivitas konvektif yang menghasilkan awan hujan.
Di sisi lain, daerah konvergensi (perlambatan kecepatan angin) dan konfluensi (pertemuan angin) terpantau di wilayah strategis seperti Sumatra Selatan-Barat, Kepulauan Riau, Laut Andaman, hingga Papua Selatan dan Barat Daya. Keberadaan area ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan secara lokal.
BMKG mengingatkan bahwa meski curah hujan meningkat, potensi kekeringan dan kebakaran hutan tetap ada, khususnya di wilayah yang terpantau memiliki titik panas.
“Dengan memperhatikan kompleksitas dinamika atmosfer tersebut, masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan proaktif dalam mengantisipasi potensi cuaca signifikan seperti kekeringan dengan potensi kebakaran hutan dan lahan, meski di sisi lain perlu tetap diwaspadai potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi di wilayah masing-masing selama sepekan ke depan,” pungkas BMKG.
Situasi ini menandakan pentingnya adaptasi iklim dalam pengelolaan risiko bencana. Cuaca yang tidak menentu adalah realita baru yang perlu direspons dengan kesadaran dan kesiapsiagaan, baik oleh individu, masyarakat, maupun pemerintah daerah.