Bahlil Laporan ke Prabowo: Program Listrik Desa Selesai 2030, Transisi Energi Bersih Lancar
Jakarta, sustainlifetoday.com — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memaparkan progres sejumlah program strategis di sektor energi,mulai dari listrik desa, peningkatan produksi minyak nasional, hingga langkah menuju kedaulatan energi berbasis sumber daya domestik.
Capaian tersebut telah dilaporkannya langsung kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/11).
Untuk program listrik desa, Bahlil menargetkan seluruh wilayah Indonesia sudah teraliri listrik paling lambat pada 2030 mendatang.
“Sesuai arahan Bapak Presiden, untuk listrik desa 2029–2030 dari 5.700 desa dan 4.400 dusun, itu harus selesai semua,” tegas Bahlil dalam siaran pers resmi Kementerian ESDM, Selasa (4/11).
Guna mewujudkan target tersebut, Kementerian ESDM akan mempercepat penyediaan akses listrik melalui program listrik desa di 10.068 lokasi untuk menjangkau 1,28 juta calon pelanggan hingga 2029. Pada 2025, penyediaan akses listrik ditargetkan selesai di 1.285 lokasi untuk 77.616 pelanggan.
Selain elektrifikasi, Bahlil juga menyampaikan capaian positif produksi minyak nasional. Hingga November 2025, lifting minyak Indonesia telah melampaui target dalam APBN, mencapai 605.000 barel per hari.
Potensi peningkatan produksi diyakini akan terus tumbuh melalui perbaikan tata kelola sumur tua yang telah menginventarisir 45.000 sumur, dengan prioritas pengelolaan oleh koperasi, UMKM, dan BUMD.
Bahlil turut melaporkan peningkatan PNBP sektor energi yang sudah mencapai sekitar 74–75 persen dari target Rp 260 triliun pada tahun ini.
Dalam laporannya, ia juga menyoroti kesiapan menuju kedaulatan energi nasional. Pemerintah menargetkan penghentian impor solar pada 2026, seiring rampungnya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan.
“RDMP kilang kita yang di Balikpapan insyaallah 10 November ini akan kita resmikan. Kalau kita dorong B50 lagi untuk ke depan, berpotensi untuk supply kita bisa terjadi lebih terhadap solar, dan bisa kita ekspor,” jelas Bahlil.
Baca Juga:
- Bobibos, BBM Ramah Lingkungan Karya Anak Bangsa Resmi Diperkenalkan
- Puncak Musim Hujan Dimulai November 2025, BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem
- Pandangan Baru Bill Gates Soal Krisis Iklim Tuai Kritik dari Kalangan Pakar
Ia menegaskan seluruh program tersebut merupakan tindak lanjut langsung dari arahan Presiden Prabowo.
“Ini kan semuanya perintah Bapak Presiden, yang perintahnya kita harus selesaikan dengan baik,” pungkasnya.
Pemerintah sebelumnya telah menetapkan mandatori B50 — bahan bakar solar dengan 50 persen campuran bahan nabati (FAME) — mulai 2026. Kebijakan ini menjadi langkah strategis menuju ketahanan energi berbasis sumber daya dalam negeri.
“Atas arahan Bapak Presiden Prabowo, sudah diputuskan bahwa 2026, insya Allah akan kita dorong ke B50, dengan demikian tidak lagi kita melakukan impor solar ke Indonesia,” ujar Bahlil dalam forum Investor Daily Summit 2025, Kamis (9/10).
Bahlil menilai kebijakan ini bukan hanya keputusan teknis, melainkan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap kemandirian energi dan ekonomi rakyat.
“Ini adalah sebuah keputusan strategis dan bentuk keberpihakan negara terhadap kedaulatan energi kita. Kita tidak bisa terus bergantung pada impor yang menguras devisa dan rentan terhadap gejolak harga global. Dengan B50, kita maksimalkan potensi sawit dalam negeri, kita perkuat ekonomi petani, dan yang terpenting, kita pastikan ketahanan energi nasional berada di tangan kita sendiri,” ujarnya.
Kementerian ESDM mencatat, pemanfaatan biodiesel selama 2020–2025 telah menghemat devisa hingga 40,71 miliar dolar AS. Dengan penerapan B50 pada 2026, potensi penghematan tambahan diproyeksikan mencapai 10,84 miliar dolar AS dalam satu tahun.
Secara teknis, kebijakan ini akan menutup seluruh impor solar yang tersisa di bawah program B40, di mana pada 2025 impor diperkirakan mencapai 4,9 juta kiloliter (10,58 persen kebutuhan nasional).
