APP Group dan WWF Dorong Regenerasi Hutan Berkelanjutan di Indonesia
Jakarta, sustainlifetoday.com — Upaya Indonesia dalam menjaga keberlanjutan hutan kembali menjadi sorotan di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) yang berlangsung di Belém, Brasil. Dalam sesi bertajuk “Regenerating Forests and Empowering Local Communities”, berbagai pemangku kepentingan seperti APP Group, WWF Indonesia, GenZero, dan CIFOR–ICRAF membahas pentingnya kolaborasi dalam meregenerasi hutan tropis serta memberdayakan masyarakat lokal.
Partisipasi APP Group dalam forum ini menegaskan komitmen sektor industri terhadap tata kelola hutan yang berkelanjutan sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai negara strategis dengan ekosistem hutan tropis yang vital bagi dunia.
Diskusi yang dipandu oleh Dominic Waughray dari World Business Council for Sustainable Development menghadirkan panelis lintas lembaga, di antaranya Elim Sritaba (APP Group), Aditya Bayunanda (WWF Indonesia), Anshari Rahman (GenZero), Beria Leimona (CIFOR–ICRAF), dan Catarina Correa (Bayer).
Chief Sustainability Officer APP Group, Elim Sritaba, menekankan bahwa kolaborasi multipihak menjadi kunci keseimbangan antara pertumbuhan usaha dan manfaat iklim.
“Hutan Indonesia penting bagi ketahanan lingkungan dan pembangunan ekonomi,” kata Elim.
APP Group dalam forum tersebut memaparkan model pengelolaan hutan jangka panjang berbasis kemitraan masyarakat. Para panelis menyoroti perlunya menjembatani kesenjangan antara pendekatan bisnis jangka pendek dan kebutuhan ekosistem yang berdampak lintas generasi.
Diskusi juga menyoroti urgensi pembiayaan inovatif dan tata kelola inklusif untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam solusi iklim berbasis hutan tropis.
“Melalui Forest Positive Policy di bawah platform Regenesis, kami menyelaraskan keuntungan bisnis dengan manfaat sosial dan ekologis. Ini hanya bisa tercapai lewat kerja sama pemerintah, masyarakat, dan industri,” jelas Elim.
Sementara itu, Direktur WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, menegaskan bahwa proyek swasta harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat sekitar.
“Fokus pada area dengan keanekaragaman hayati tinggi dan jasa lingkungan penting, bukan sekadar karbon,” kata Aditya.
Ia menambahkan, wilayah dengan nilai ekologis dan budaya tinggi justru memberi keunggulan tersendiri bagi perusahaan di tingkat global.
“Pendekatan seperti ini memperkuat peran Indonesia dalam peta konservasi dunia,” ujarnya.
Dari sisi akademik, Theme Leader CIFOR–ICRAF, Beria Leimona, menekankan perlunya keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan dimensi sosial dalam tata kelola hutan.
“Kita perlu mendengar pengetahuan lokal dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan,” kata Beria.Melalui program Regenesis, APP Group berkomitmen mengalokasikan US$30 juta per tahun selama 10 tahun untuk kegiatan restorasi hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Langkah ini menunjukkan model bisnis yang tidak hanya berorientasi profit, tetapi juga berakar pada nilai sosial dan ekologi.
