Anggota DPR Kritik Keras Industri AMDK yang Abaikan Keadilan Ekologis
Jakarta, sustainlifetoday.com — Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menyoroti lemahnya tanggung jawab sosial dan keberlanjutan lingkungan perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK), terutama terkait eksploitasi air tanah dan dampak ekologisnya terhadap masyarakat sekitar.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Industri Agro dan Kepala BSKJI Kementerian Perindustrian RI pada Senin (10/11), Novita menegaskan bahwa industri AMDK selama ini menikmati keuntungan besar, namun masih abai terhadap prinsip keadilan lingkungan dan tanggung jawab sosial.
“Tidak adil ketika rakyat di sekitar sumber air kekeringan, sementara perusahaan AMDK menumpuk keuntungan dari air yang seharusnya milik publik. CSR mereka sering kali hanya bersifat seremonial bukan solusi jangka panjang yang berkeadilan sosial dan ekologis,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.
Legislator perempuan satu-satunya dari Dapil 7 Jawa Timur ini juga menilai banyak perusahaan AMDK belum konsisten menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), terutama kepada masyarakat sekitar area produksi yang justru sering kesulitan mendapatkan akses air bersih.
“Kita butuh CSR yang tidak berhenti di spanduk dan laporan tahunan, tetapi hadir dalam bentuk program nyata konservasi air, pelatihan masyarakat, dan pemulihan ekosistem,” ujarnya.
Menurutnya, penggunaan air tanah secara masif tanpa pengawasan ketat dapat menyebabkan penurunan muka air tanah, kekeringan, dan kerusakan ekosistem lokal.
Baca Juga:
- Bangga Produk Lokal, JMFW 2026 Buka Jalan Modest Fashion Indonesia ke Pasar Dunia
- Kementerian Kehutanan Kembalikan Fungsi Ekologis di Seblat, Kawasan Kritis Direhabilitasi
- Indonesia Dukung Penuh Inisiatif Konservasi Hutan Tropis Dunia
“Di banyak wilayah Jawa, sumber air mulai menipis sementara pengeboran terus berlangsung. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi soal keadilan ekologis. Pemerintah harus memperkuat regulasi dan sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan mitigasi dampak lingkungan secara serius,” ungkap Novita.
Ia menambahkan, pemerintah perlu melakukan audit lingkungan dan evaluasi izin pengambilan air tanah untuk memastikan industri AMDK tidak melampaui batas kapasitas ekologis wilayah.
Selain itu, Novita juga mendorong industri AMDK untuk bertransformasi menuju inovasi hijau dan ekonomi sirkular, khususnya dalam pengelolaan kemasan plastik dan penanganan mikroplastik.
“Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa botol plastik AMDK adalah penyumbang besar sampah nasional. Daur ulang bukan lagi pilihan, tapi kewajiban. Industri harus berani berinovasi misalnya dengan kemasan ekonomis ramah lingkungan atau sistem isi ulang yang mengurangi limbah plastik,” katanya.
Perempuan asal Trenggalek itu pun mengingatkan bahaya mikroplastik dalam air minum kemasan yang berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. “Keamanan air minum bukan hanya soal kebersihan fisik, tapi juga kualitas kimia dan biologisnya. Pemerintah dan industri wajib meneliti, memantau, dan mengurangi paparan mikroplastik secara sistematis,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Novita menekankan pentingnya arah baru industri air minum kemasan yang berpijak pada nilai keberlanjutan. “Air adalah hak rakyat, bukan monopoli korporasi. Kita ingin industri yang tumbuh, tapi juga menghormati bumi dan manusia. Inilah semangat ekonomi gotong royong yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,” tutupnya.
