BNPB Soal Banjir Bali: Bisa Terjadi Lagi!

JAKARTA, sustainlifetoday.com — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bahwa banjir besar yang melanda Bali pada awal September 2025 berpotensi terulang kembali di masa mendatang.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, menjelaskan bahwa ancaman ini didasari kajian ilmiah mengenai siklus bencana.
“Kalau dalam teknik sipil, dikenal istilah periode ulang banjir. Ada yang 50 tahun, ada yang 100 tahun. Artinya, banjir besar seperti di Bali kemarin kemungkinan akan terjadi lagi,” ujarnya dalam konferensi daring bertajuk Disaster Briefing dilansir dari Antara, Selasa (16/9).
BNPB kini tengah menggali data historis bencana untuk menyusun mitigasi jangka panjang yang lebih akurat.
“Tujuannya pariwisata di Bali harus pulih, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa bencana tidak berhenti di satu kejadian. Ia akan berulang, apalagi jika faktor pemicunya tetap ada,” tambahnya.
Baca Juga:
- Jakpro Luncurkan Jakgreen, Dorong Transformasi Hijau Menuju Jakarta Nol Emisi
- Menkeu Purbaya Buka Suara Soal Cukai Rokok, akan Naik Lagi?
- Bank Dunia: Kerusakan Alam Jadi Bom Waktu Ekonomi Global
Banjir yang melanda Bali diperparah oleh curah hujan ekstrem di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung yang melintasi Badung, Jembrana, Buleleng, Karangasem, Gianyar, Bangli, hingga Denpasar. Pada 9–10 September 2025, hampir semua stasiun BMKG di selatan Bali mencatat curah hujan lebih dari 200 milimeter per hari.
Bencana ini menelan korban jiwa sebanyak 18 orang dan memaksa 149 warga mengungsi.
“Kita perlu menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran. Karena kalau kondisi serupa terjadi lagi, dampaknya bisa sama besar bahkan lebih,” tegas Abdul.
Selain cuaca ekstrem, BNPB menyoroti faktor sampah dan alih fungsi lahan yang memperparah dampak banjir. Visualisasi data BNPB memperlihatkan banyaknya titik sampah di bantaran sungai, sementara lahan hutan dan pertanian terus menyusut.
Antara 2012–2019, Bali kehilangan sekitar 553 hektare hutan dan hampir 650 hektare lahan pertanian akibat konversi lahan menjadi kawasan terbangun. Kajian spasial bahkan memprediksi luas kawasan terbangun di Denpasar bisa mencapai 35.000 hektare pada 2025.
“Kalau daerah dengan curah hujan ekstrem didominasi bangunan, maka banjir akan mudah terjadi. Kita harus kembalikan pariwisata pada ekosistem yang seimbang,” ujarnya.