Wamen LH: Kebijakan Lingkungan Harus Berbasis Sains, Bukan Dorongan Politis

Jakarta, sustainlifetoday.com — Wakil Menteri Lingkungan Hidup (LH), Diaz Hendropriyono, menekankan pentingnya integrasi sains dalam penyusunan kebijakan lingkungan hidup di Indonesia.
Hadir dalam acara “Exhibition and Tribute to Prof. Emil Salim” di Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Rabu (29/7), Diaz mengatakan pendekatan ilmiah menjadi landasan yang krusial untuk menghadapi berbagai persoalan lingkungan, mulai dari krisis sampah hingga pencemaran air.
“Kami sangat perlu masukan dari institusi akademis agar kebijakan bisa evidence-based dan scientific-based, sehingga dapat menjadi dasar dan menyeimbangkan dorongan-dorongan politis dalam pengambilan kebijakan,” ujar Diaz, dalam pernyataan yang diterima, Jumat (1/8).
Pernyataan tersebut menyoroti urgensi kolaborasi antara pemerintah dan akademisi dalam merespons tantangan lingkungan yang semakin kompleks. Dalam acara tersebut, Diaz juga mengangkat peran sentral Prof. Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pertama RI, dalam membangun fondasi kebijakan lingkungan berbasis sains di Indonesia.
Baca Juga:
- Ekowisata Jadi Pijakan Utama Pengelolaan Wisata Alam Indonesia
- Ternyata ASI Lebih Ramah Lingkungan Dibanding Susu Formula
- Dari AI hingga Krisis Iklim, SBY Soroti Ancaman Baru bagi Dunia
“Menurut saya Prof. Emil Salim banyak kontribusinya, mengeluarkan UU No.4 Tahun 1982, pelopor Amdal, melahirkan program PROKASIH dengan Pemda agar sungai bersih, program PROPER untuk pengawasan perusahaan, membangun pusat studi lingkungan di berbagai kampus termasuk UI, dan mendorong Presiden Soeharto untuk membentuk Kementerian Lingkungan Hidup di tahun 1978,” jelas Diaz.
Diaz menyatakan bahwa semangat pembangunan berkelanjutan yang dirintis Prof. Emil kini menjadi prinsip kerja utama di Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH).
Saat Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan lingkungan, termasuk darurat sampah plastik dan pencemaran laut, Diaz menegaskan perlunya penguatan riset dan masukan dari akademisi sebagai peta jalan penyusunan kebijakan jangka panjang.
“Kebijakan publik yang baik bukan hanya hasil kompromi politik, tapi juga harus berdiri di atas bukti dan ilmu pengetahuan,” tegas Diaz.