Pemerintah Resmi Terbitkan Dua Aturan Baru Lingkungan

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemerintah Indonesia resmi mengesahkan dua regulasi baru untuk memperkuat kerangka hukum dan tata kelola lingkungan hidup di Indonesia. Kedua regulasi tersebut adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2025 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), serta PP Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM).
Wakil Menteri Lingkungan Hidup/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, menyebut kedua PP ini sebagai langkah strategis yang berbasis data ilmiah dan prinsip keberlanjutan.
“Kalau kita pikir-pikir, banjir di Indonesia, di kota-kota besar sering terjadi, sedikit-sedikit banjir, misalnya di Bogor, Jakarta, Bandung, Semarang. Hujan tidak seberapa sering, tetapi banjir banyak terjadi. Padahal curah hujan Jakarta antara 1.500 sampai 2.000 mm/tahun, termasuk lebih rendah dari Singapura, dan hanya sedikit lebih tinggi dari Tokyo,” ujar Diaz dalam keterangannya dilansir, Rabu (30/7).
Diaz mendorong pemerintah daerah segera mengintegrasikan RPPLH dalam perencanaan pembangunan jangka panjang, agar lebih selaras dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan di masing-masing wilayah. Ia juga menyoroti buruknya dampak pembangunan yang mengabaikan prinsip keberlanjutan.
“Pastinya karena ada kesalahan tata ruang, alih fungsi lahan, konversi hutan, lahan gambut, pembangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS), konversi hutan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kurang. Jadi ke depannya, pembangunan kita harus lebih memperhatikan faktor lingkungan hidup,” tambahnya.
Baca Juga:
- 41 Perguruan Tinggi Dilibatkan dalam Program Kampus Ramah Sampah
- Dukung Transisi Hijau, Lippo Malls Indonesia Maksimalkan Energi Surya
- Pendanaan Berbasis ESG Rebound di Eropa Seiring Meningkatnya Minat Investor
Menariknya, Diaz mengungkap bahwa kedua PP tersebut merupakan mandat lama dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang baru terealisasi setelah 16 tahun. Ia berharap langkah ini menjadi titik balik untuk reformasi kebijakan lingkungan secara nasional.
“Kedua PP ini sebenarnya sudah diamanatkan sejak Undang-Undang 32 Tahun 2009. Tapi aturan turunannya baru berhasil terbit 16 tahun kemudian di tahun 2025. Dengan adanya dua PP ini saya harap tata kelola RPPLH dan RPPEM menjadi lebih terstruktur dan rapi,” ungkapnya.
Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan KLH/BPLH, Sigit Reliantoro, menambahkan bahwa RPPLH dan PPEM disusun berdasarkan data lingkungan dan analisis ilmiah jangka panjang.
“RPPLH adalah skenario planning, perencanaan 30 tahun ke depan akan seperti apa. Untuk itu, kita harus tahu kondisi eksisting (baseline) kita seperti apa,” kata Sigit.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti, menyoroti peran ekosistem mangrove dalam kebijakan tersebut. Ia menegaskan bahwa pengelolaan mangrove bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga berhubungan langsung dengan ketahanan pangan dan kesejahteraan pesisir.
“Peran kami (Kemenko Pangan) menjadi semakin penting. Mangrove bukan hanya berperan sebagai solusi bencana dan perubahan iklim, tapi juga pendukung sumber pangan dan penghidupan masyarakat pesisir,” tutup Nani.