Mahkamah Internasional: Negara Kaya Wajib Bayar Kompensasi jika Langgar Komitmen Iklim

Jakarta, sustainlifetoday.com – Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) menyatakan bahwa negara-negara kaya dapat diminta membayar kompensasi jika mereka gagal memenuhi komitmen pengurangan emisi karbon. Pandangan hukum ini dirilis pada Rabu (23/7) dan langsung disambut sebagai kemenangan moral dan strategis oleh negara-negara kepulauan kecil serta komunitas lingkungan.
Putusan ini memperjelas bahwa kelalaian negara maju dalam aksi iklim bukan sekadar masalah kebijakan domestik, tetapi juga bentuk pelanggaran hukum internasional.
Hakim Yuji Iwasawa, yang mewakili panel 15 hakim ICJ, menegaskan bahwa negara-negara harus bekerja sama mencapai target emisi yang telah disepakati, merujuk langsung pada prinsip-prinsip Perjanjian Paris 2015.
“Negara-negara harus bekerja sama untuk mencapai target penurunan emisi,” tegas Iwasawa dilansir Reuters pada Kamis (24/7).
Tak hanya itu, ICJ juga menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas korporasi yang berada di bawah yurisdiksi atau kontrol mereka. Artinya, pemberian subsidi pada bahan bakar fosil dan pembiaran terhadap emisi industri bisa memicu tuntutan internasional dalam bentuk restitusi, kompensasi, hingga pemulihan terhadap negara-negara terdampak perubahan iklim.
Baca Juga:
- Unila Jadikan Konservasi Anggrek Sebagai Pilar Green Campus
- Pemprov Kaltim dan YKAN Kolaborasi Perkuat Konservasi Hutan dan Laut
- PBB Serukan Revolusi Energi Bersih, Dunia Harus Bergerak Lebih Cepat
Putusan ICJ ini menegaskan bahwa target menjaga pemanasan global di bawah 1,5°C bukan sekadar anjuran moral, melainkan kewajiban hukum internasional. Dalam konteks hak asasi manusia, lingkungan yang bersih dan sehat diakui sebagai dasar penting untuk menjalankan hak-hak lainnya.
“Pemenuhan hak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan adalah fondasi dari semua hak asasi manusia lainnya,” kata Iwasawa.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, turut menyambut baik keputusan ini. Ia menyebutnya sebagai kemenangan untuk planet, keadilan iklim, dan suara anak muda yang selama ini berada di garis depan perjuangan.
“Dunia harus merespons. Ini adalah alat hukum yang kuat untuk perubahan,” ujar Guterres.
Kabar ini juga menjadi sorotan penting bagi komunitas global yang mendorong transisi energi adil, penghentian subsidi energi kotor, dan pengakuan terhadap kerugian negara berkembang akibat ulah emisi negara maju