Mikroplastik Ancam Kesehatan Manusia dan Iklim, Ini Penjelasan Ahli

Jakarta, SustainLife Today — Di tengah hiruk pikuk kehidupan urban dan konsumsi harian yang nyaris tak terbendung, manusia saat ini diam-diam hidup berdampingan dengan ancaman tak kasat mata, yaitu mikroplastik. Partikel plastik mikroskopik ini kini ditemukan di mana-mana, dari udara yang kita hirup, makanan di meja makan, hingga air yang kita minum.
dr. Merita Arini, dosen Program Magister Manajemen Rumah Sakit (MARS) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), mengungkap bahwa mikroplastik adalah partikel atau fragmen plastik berukuran di bawah 5 mikrometer. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini bisa dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai jalur.
“Ada beberapa jalur utama masuknya mikroplastik ke dalam tubuh kita. Pertama, melalui inhalasi atau saluran pernapasan, misalnya dari debu kota hingga serpihan ban kendaraan. Kedua, dari makanan atau minuman yang tercemar, seperti ikan laut yang terpapar mikroplastik,” ungkap dr. Merita dilansir laman UMY, Selasa (15/7).
Mikroplastik hadir dalam berbagai bentuk seperti filamen, serat (fiber), benang halus, hingga serpihan kecil yang tak tampak oleh mata telanjang. Sebagian besar berasal dari polimer sintetis yang digunakan secara luas dalam kehidupan modern: cat jalan, bahan bangunan, produk perkapalan, hingga sabun pembersih.
Karena tak mudah terurai secara alami, limbah plastik terpecah menjadi partikel mikro dan menyebar luas di lingkungan, lalu akhirnya terakumulasi dalam tubuh manusia.
Baca Juga:
- Industri Data Center Terancam Risiko Iklim, Potensi Kerugian Capai Miliaran Dolar?
- Uni Eropa Desak China Ambil Peran Global Hadapi Krisis Iklim
- Kapasitas Listrik Energi Terbarukan Global Naik 15,1%, Pertumbuhan Didominasi Asia
“Paparan mikroplastik tidak hanya berdampak pada permukaan tubuh, tapi juga bisa menembus sistem peredaran darah dan menyebabkan mutasi DNA. Hal ini dapat memicu stres oksidatif serta kerusakan pembuluh darah,” jelas dr. Merita.
Dampaknya serius. Dalam jangka panjang, mikroplastik berpotensi memicu berbagai gangguan kesehatan kronis seperti penyakit kardiovaskular (hipertensi, stroke, jantung), diabetes melitus, bahkan penurunan kesuburan dan kanker akibat mutasi genetik.
Namun mikroplastik tak hanya menjadi ancaman kesehatan. Lingkungan pun tak luput dari dampaknya. Akumulasi mikroplastik di alam memicu pertumbuhan mikroorganisme berlebih, meningkatkan emisi karbon dioksida, dan memperparah efek rumah kaca. Ini berarti, krisis iklim juga bisa diperparah oleh kehadiran plastik berukuran mikro ini.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, akumulasi partikel plastik dapat mempercepat terjadinya perubahan iklim ekstrem yang memicu gagal panen. Apabila hal itu terjadi, ketahanan pangan nasional bisa terdampak,” tambahnya.
Meski situasinya genting, dr. Merita menegaskan masih ada langkah-langkah yang bisa dilakukan. Ia mendorong langkah preventif dimulai dari kebiasaan sehari-hari seperti mengganti alat makan sekali pakai dengan produk yang dapat digunakan ulang, serta mengurangi ketergantungan pada plastik dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai perlindungan pribadi, masyarakat juga didorong menerapkan pola hidup sehat.
“Masyarakat bisa memulai dengan prinsip CERDIK: Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres,” pungkas dr. Merita.